Sabtu, 25 April 2020

Pemberdayaan Komunitas Perempuan Cerdas dan Berintergitas dalam Menghadapi Pemilu


PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PEREMPUAN CERDAS DAN BERINTEGRITAS DALAM MENGHADAPI PEMILU


PENDAHULUAN

Dalam sebuah negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang sekaligus tolok ukur dari demokrasi itu sendiri (Nasrullah dan Tanto Lailam, 2017:2) Hakikat Pemilu dalam negara demokrasi adalah pengejawantahan kedaulatan rakyat yang diwujudkan dalam bentuk penyampaian hak konstitusional (hak pilih) warga negara dalam suatu pemilu yang jujur dan adil (free and fair elections) guna memilih pemimpin yang akan melanjutkan pemerintahan, mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat. Pemilih memiliki peranan besar terhadap kepemimpinan Indonesia kedepan, salah pilih berarti dengan sengaja merusak negara dan bangsa.
Pemilihan Umum merupakan momentum yang menentukan perjalanan demokrasi suatu negara. Di Indonesia momentum ini tidak hanya sekedar menjadi pesta demokrasi dan perayaan kebebasan, namun juga menjadi periode transisi yang menentukan masa depan bangsa. Pasalnya, dalam penyelenggaraan pemilihan umum ini, Indonesia menghelat hajatan secara berturut-turut yaitu pemilihan anggota DPRD,DPD, DPR RI, dan pemilihan Presiden. Pesta demokrasi ini menyerahkan nasib negara dan bangsa kepada masyarakat karena satu individu punya hak satu suara, one man one vote.
Sebagai pemilih tentu banyak faktor yang mempengaruhi untuk memilih/ mencoblos calon tertentu: misalnya faktor kedekatan, agama, calon memiliki visi, misi dan program yang baik, bahkan memilih karena keterpaksaan menerima uang (money politics), dan lainnya. Pada sisi yang lain, banyak pemilih yang melakukan pilihan pada detik-detik akhir dan bisa terjadi pada detik akhir dapat mengurungkan niatnya menjadi pemilih manakala setelah diperhitungkan dengan caranya, partai atau calon yang berkompetisi tidak memberikan makna apa-apa padanya. Makna dalam konteks ini tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga bisa bercirikan agama, etnik, ras dan lainnya (Leo Agustino dan Mohammad Agus Yusoff, 2009: 441)
Salah satu elemen yang paling penting dan strategis dalam memujudkan pemilu yang bebas, jujur dan adil adalah keberadaan pemilih yang cerdas dan berkualitas. Artinya kunci keberhasilan pemilu adalah para pemilih yang cerdas dan berkualitas, tidak termakan hoax dan negative campaign, politisasi sara, dan lainnya yang menyudutkan calon tertentu atau menguntungkan calon tertentu. Keberhasilan pemilihan umum, jika pemilih memiliki kecerdasan pemilu yang baik, untuk itu kecerdasan dalam pemilu dibutuhkan bagi komunitas perempuan
Penulis yang memiliki background organisasi perempuan, serta peduli terhadap keprihatinan perempuan yang selalu dikaitkan dengan kurangnya pendidikan mengenai kepemiluan menggugah hati penulis turut serta urun rembuk terjun kemasyarakat mendampingi serta memberikan pemahaman betapa pentingnya pendidikan kepemiluan.
Pemahaman pendidikan politik masyarakat berantakan dengan adanya pemberian bahan material oleh beberapa calon anggota legislative dari partai politik untuk pembuatan jalan kampong dan pengadaan prasarana dusun. Dan akhirnya terjadi transaksi suara yang diadakan secara transaparan dalam sebuah pertemuan membagi suara oleh masyarakat bagi para calon legislative. Kekhawatiran itu cukup beralasan karena telah munculnya sikap apatis di tengah tengah masyarakat terhadap pelaksanaan pemilu.
Sikap masyarakat ini muncul berdasarkan pengalaman yang telah lalu melihat hasil pemilu-pemilu sebelumnya yang cukup mengecewakan. Sikap apatisme masyarakat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, dianataranya pemilu ternyata menghasilkan wakil wail rakyat dan pemimpin yang jauh dari harapan dan ekpektasi rakyat. Mereka dianggap lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan ketimbang kepentingan rakyat banyak. Ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang menjerat para anggota dewan. Berikutnya pemilu yang diselenggarkan dengan biaya yang mahal ini ternyata dirasakan tidak mengubah secara signifikan keadaan bangsa dan Negara menjadi lebih baik. Penyelenggaraan pemilu seringkali berpotensi menimbulkan konflik horizontal di dalam masyarakat dan merusak kearifan local maupun modal social yang hidup dimasyarakat.
Di tengah – tengah apatisme masyarakat terhadap pemilu tersebut diatas merupakan tantangan yang berat bagi relawan demokrasi untuk membangun kembali kesadaran masayarakat di tingkat bawah untuk dapat menggunakan hak politik dan mendongkrak partisipasi politik rakyat dalam pelaksanaan pemilu kali ini. Maka dari itu, dibutuhkan orang orang yang tergabung dalam relawan demokrasi adalah orang – orang yang benar benar netral dan concern terhadap proses proses demokratisasi di masyarakat, tidak adanya conflict of interest di dalam dirinya sehingga bias menodai proses demokratisasi di masyarakat, apalagi menunggangi untuk kepentingan pribadi, dan mamapu mengawal perilaku masyarakat di dalam komunitasnya untuk dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik.
Akan tetapi tentu saja ini harus didukung dari pihak pihak lain, terutama pihak yang berkompenten terhadap pemilu, khususnya partai politik peserta pemilu, untuk dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. Partai politik ikut dalam proses yang menciderai proses demokrasi pemilu (www.kompasiana.com) 27 oktober 2013




DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Bevaola Kusumasari dan Hempri Suyatna, dalam “Peningkatan Kapabilitas Pemasaran Pascabencana Bagi Perempuan Hunian Tetap Pager Jurang, Sleman, Yogyakarta”, Jurnal Indonesian Journal of Community Engagement Vol. 01. No. 01, September 2015
Kesi Widjajanti, Model Pemberdayaan Masyarakat, Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1, Juni 2011
Loina Lalolo Krina Perangin-angin dan Munawaroh Zainal, Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Bingkai Jejaring Sosial di Media Sosial, Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018
Leo Agustino dan Mohammad Agus Yusoff, Pemilihan Umum dan Perilaku Pemilih: Analisis Pemilihan Presiden 2009 di Indonesia, Jurnal Poelitik Volume 5/No.1/2009
Nasrullah dan Tanto Lailam, Dinamika dan Problematika Politik Hukum Lembaga Penyelesai Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, Jurnal Media Hukum, Volume 24. No.1 Juni 2017
Sodikin, Amir and Wisnu Nugroho (2013).“Demokrasi Era Digital: Mengejar Generasi Pedas, Lekas, dan Bergegas”, in Kompas Daily, edition Friday, October 25th, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komunikasi Politik -- Pengantar Pemahaman

Komunikasi Politik: Pengantar Pemahaman Komunikasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari sistem budaya politik dan budaya ber k om...