ANALISIS
ISI BERITA KUNJUNGAN DIPLOMATIK SEBAGAI MEDIA
EVENT DI THE JAKARTA POST
NITA ANDRIANTI
Alumni Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Email:
nietha_soulmate@yahoo.com
https://journal.umy.ac.id/index.php/jkm/article/view/211/173
I.
PENDAHULUAN
Diplomasi merupakan
komunikasi internasional yang mewakili tekanan politik, ekonomi, militer kepada
negara-negara yang terlibat dalam aktivitas diplomasi, yang diformulasikan
dalam pertukaran permintaan dan konsesi antara para pelaku negosiasi. Untuk
mencapai kepentingan nasional, keterampilan dalam berdiplomasi merupakan syarat
utama sebagai sarana pencapaian kesepakatan, kompromi, dan penyelesaian masalah
dimana tujuan-tujuan pemerintah saling bertentangan (Djelantik, 2008: 4).
Perkembangan diplomasi publik menjelaskan bahwa aktor diplomasi tidak hanya
negara/ pemerintah (diplomat), tetapi diplomasi publik merupakan diplomasi yang
melibatkan beberapa aktor dalam proses diplomasi, yaitu: aktor pemerintah,
kalangan profesional dan aktor dalam penyelesaian konflik, pengusaha,
masyarakat, aktor peneliti dan akademisi, kalangan aktivis, kalangan agamawan,
kalangan pemodal, yang terdesain dalam skema di bawah ini:
Skema 1.
The
Nine Tracks of Multi-Track Diplomacy
Model diatas menunjukan posisi
sembilan aktor yang terlibat dalam diplomasi publik, jalur kesembilan (media
massa) merupakan aktivitas komunikasi internasional yang memiliki fungsi
strategis karena menyatukan semua aktor diplomasi publik, melalui fungsi yang
dilakukan media massa. Penyatuan aktor dalam arti bahwa media massa
mengakomodir pandangan dari aktor tersebut, misalnya kunjungan diplomatik
membahas agenda diplomasi ekonomi tentu idealnya media massa juga harus
memberitakan pandangan-pandangan aktor bidang ekonomi, seperti akademisi,
pemilik modal, pengusaha, dan lainnya (Djelantik, 2008: 73). Sehingga dengan
menghadirkan beberapa pandangan aktor diplomasi publik melalui komunikasi
internasional dengan jalur media massa dapat membangun budaya politik
pembacanya (Muhtadi, 2008:152).
Peranan media massa yang sangat
besar dalam diplomasi publik terlihat dengan adanya “media event” yang memberitakan berita kunjungan diplomatik secara
komprehensif, salah satu diantaranya media massa The Jakarta Post, pandangan Nunung Prajarto (2003:4) bahwa
pemanggul beban yang lebih tepat dalam komunikasi internasional (diplomasi: penulis) adalah media massa
asing atau media massa Indonesia yang berbahasa asing, dan The Jakarta Post adalah media massa nasional yang menggunakan
berbahasa Inggris (internasional).
The
Jakarta Post
dalam memberitakan berita kunjungan diplomatik tentunya memiliki standar
penilaian kelayakan berita sebagai media
event, penilaian media massa dapat dilacak dari koverasi surat kabar yang
memenuhi kelayakan berita, serta terkait
dengan kelengkapan berita, nilai berita, dan kedalaman berita (Wahyuni,
2006:3).
Terkait dengan hal ini, liputan kunjungan diplomatik pejabat negara lain ke
Indonesia memiliki
penilaian standar kelayakan
dan kedalaman berita yang
menunjukan adanya kecenderungan pentingnya berita kunjungan diplomatik, konteks
pentingnya berita sebagai peristiwa menjadi
media event mengarah pada pencapaian kepentingan nasional Indonesia yang
lebih baik, dan penataan hubungan antar negara yang saling menguntungkan.
Dalam
berita kunjungan diplomatik terdapat kecenderungan berita yang dianggap sangat
penting dan layak, selain itu terdapat berita kunjungan diplomatik yang kurang
dianggap penting dan layak. Hal tersebut memunculkan problem bahwa berita
sebagai media event tidak memiliki
standar penilaian kelayakan berita, hal ini tentunya disebabkan oleh agenda
media massa yang kurang merujuk pada pemahaman media event dalam konteks diplomasi, artinya media event kurang memperhatikan standarisasi pedoman “diplomasi
dengan media massa” yang mengarah pada agenda pencapaian kepentingan nasional/
publik, dalam bahasa Mc Combs and Shaw (1984)
kecenderungan isi media atau agenda media mengarah pada kecenderungan
agenda publik.
Berdasar pada ilustrasi di atas, penelitian ini mengkaji masalah bagaimana
kecenderungan The Jakarta Post dalam
memberitakan kunjungan diplomatik pejabat negara lain ke Indonesia?
II. KERANGKA
PEMIKIRAN
Komunikasi
Internasional
Komunikasi
internasional merupakan komunikasi yang dilakukan komunikator yang mewakili
suatu negara untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan negara lain
dan bertujuan untuk memperoleh dukungan, bantuan, kerjasama, melalui berbagai
media komunikasi atau media massa internasional. Dalam komunikasi
internasional, media massa merupakan komunikator paling intens dalam melakukan
penyebaran informasi, diusung dari
fakta maupun isu internasional dan pembentukan opini publik. Subjek
ditelaah bukanlah sekedar arus itu sendiri, melainkan juga struktur arus yang
terbentuk, aktor-aktor di dalamnya, sarana, efek, serta motivasi yang
mendasarinya. Kesemuanya bertujuan untuk memperoleh dukungan, bantuan,
kerjasama, melalui berbagai media komunikasi atau media massa internasional
(Shoelhi, 2009:27).
Media Event
Media
event merupakan
peristiwa menarik (journalistic point of
view) yang menjadi sorotan media untuk dijadikan sebagai agenda media, yang
dalam hal ini peristiwa tersebut direncanakan atau spontan, pada akhirnya
diseleksi apabila menarik cakupan berita tersebut, maka media massa khususnya
televisi dan surat kabar baik dalam edisi cetak maupun elektronik, dimana di
dalamnya ada unsur kedekatan, sehingga berita tersebut layak menjadi agenda
media. Dalam pandangan Hermin Indah
Wahyuni (2006:5), bahwa peristiwa sebagai media
event setidaknya memiliki basis penilaian yang dilakukan mengenai nilai
berita yang dipilih, beberapa nilai berita diantaranya adalah signifikan,
keterkenalan, kedekatan, kemanusiaan dan lainnya.
Diplomasi Publik dan Kunjungan Diplomatik
Diplomasi
publik (public diplomacy)
didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melalui understanding, informing, and influencing foreign audiences. Dengan
kata lain, jika proses diplomasi tradisional dikembangkan melalui mekanisme government to government relations, maka
diplomasi publik lebih ditekankan pada government
to people, government to non
government organization, people to
people relations (Roy, 1985:20). Penyelenggaraan diplomasi yang salah satunya di
implementasikan melalui kunjungan diplomatik merupakan upaya diplomasi secara
langsung yang dilakukan oleh pejabat negara. Kunjungan diplomatik merupakan
peristiwa politik, sehingga dalam perspektif politik bahwa kunjungan diplomatik
tersebut sangat terkait dengan kedekatan-kedekatan negara lain secara politik,
ekonomis atau geografis dengan Indonesia.
III.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode analisis isi (content analysis), metode analisis isi
ini dikenal sebagai sebuah metode penelitian yang sistematik, obyektif dan
cenderung kuantitatif dengan fokus utama isi pesan di surat kabar (Flournoy,
1989: 12; Wimmer
and Dominick, 1997). Karakter sistematik tercermin dari pemberlakuan prosedur
yang sama untuk semua isi (content)
yang di analisis, seperti penggunaan kategori, unit, dan klasifikasi yang
diatur secara konsisten dan
dipersiapkan sedemikian rupa serta diseleksi untuk memotret isi pesan yang di analisis dan
pengkodean data agar tidak bias, selanjutnya objektifitas
metode analisis isi dicapai dari level prosedural yang diterapkan dan mampu
memberi hasil maupun kesimpulan sama bila dilakukan oleh peneliti
yang berbeda. Sifat kuantitatif lebih dikaitkan pada dasar analisis dengan
hasil perhitungan atau bilangan, yang biasanya dilakukan dengan melihat
frekuensi pemunculan, durasi pemunculan, dan luas pemunculan di dalam isi pesan
yang ada di media massa yang diteliti (Prajarto, 2010: 4-5).
Menurut Holsti, metode analisis isi
adalah suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai
karakteristik khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalis,
maksud generalis artinya penemuan harus memiliki atribut
lain dari dokumen dan mempunyai relevansi teoritis yang tinggi. Dengan
melihat karakter dan fungsi analisis
isi di atas, upaya untuk
melihat koverasi The Jakarta Post terhadap
peristiwa kunjungan diplomatik sangat tepat dilakukan dengan metode
analisis isi.
Objek Penelitian dan
Pengumpulan Data
Objek penelitian ini merupakan
isi berita di The Jakarta Post, sebagai
media massa yang concern terhadap
permasalahan dunia internasional. Populasi
dalam penelitian ini adalah keseluruhan item-item berita kunjungan diplomatik di The Jakarta
Post edisi 1 Juli 2010 - 31 Desember 2010 yang diteliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data
utama dan pengkodingan terhadap item-item berita yang
diteliti ke dalam coding sheet, untuk dilihat kecenderungan
dan perhitungan statistik dalam program SPSS.
Unit Analisis dan
Kategorisasi
Unit
analisis merupakan satuan terkecil yang dianalisis dapat berupa paragraf, unit
analisis dalam penelitian ini adalah teks-teks
berita kunjungan diplomatik pejabat negara lain ke Indonesia pada The Jakarta Post, adapun detail unit
analisis/ kajian dan kategorisasi lihat tabel :
Tabel 1.
Unit Analisis dan Kategori
Unit
Kajian
|
Kategori
|
|||
Posisi Berita
|
1. Headline News
2. Non headline news
|
3. Berita pada halaman dalam
|
||
Nilai Berita
|
1. Signifikan
2. Keterkenalan
|
3. Kedekatan
4. Kemanusiaan
|
||
Kecenderungan Berita
|
1. Pro
|
2. Netral
|
3. Kontra
|
|
Aktor Kunjungan
|
1. Presiden
dan Perdana Menteri
2. Menteri
Negara
|
3. Duta Besar
4. Lainnya
|
||
Agenda
Kunjungan
|
1. Penandatangan kerjasama
|
2. Dialog
|
3. Lainnya
|
|
Materi Berita Kunjungan
|
1. Pertahanan dan Keamanan
2. Ekonomi dan Pembangunan
3. Hukum dan HAM
4. Politik dan Demokrasi
|
5. Budaya, Pendidikan dan Agama
6. Lainnya
|
||
Teknik Analisis Data
Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu pengkodingan,
reliabilitas, dan validitas. Untuk melakukan tes realibilitas ditunjuk dua
orang pengkoding untuk menggunakan tingkat kesamaan atas kategori dalam bentuk
pengkajian dan sumber data pada berita di The Jakarta Post yang telah ditentukan
dalam standar reliabilitas. Dalam penelitian ini menggunakan dua orang
pengkoding untuk memperoleh reliabilitasnya tetap tinggi, dalam proses
penelitian menggunakan kriteria Laswell yang menyatakan bahwa suatu data atau
informasi dikatakan mempunyai reliabilitas yang mencukupi apabila jumlah
prosentase / kesesuaian antara pemberi koding mencapai 70% sampai 80%.
Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus yaitu:
CR =
2M
N1 + N2
CR =
2M
N1 + N2
|
Dengan CR adalah coefficient of
reliability atau reabilitas koefisien adalah rasio dari coding agreement terhadap jumlah
keputusan yang diberikan oleh para coder,
M adalah jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding dan periset,
sedangkan N1 dan N2 adalah jumlah pernyataan yang
di kode oleh pengkoding dan periset.
Validitas dilakukan dengan menganalisis sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya dan validitas
dibatasi sebagai tingkat kemampuan suatu alat ukur untuk mengungkapkan hal hal yang
menjadi sasaran pokok pengukuran pada alat ukur yang digunakan.
IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uji Reliabilitas dan Validitas
Dalam
perspektif kuantitas berita di The
Jakarta Post, pada tahun 2010 terdapat ratusan berita kunjungan diplomatik,
namun penelitian ini membatasi pada berita kunjungan diplomatik pejabat negara
lain ke Indonesia dalam kurun waktu 1 Juli 2010 hingga 31 Desember 2010, dan
pemilihan dalam jangka waktu selama enam bulan karena pertama adanya homogenitas dari jenis item berita, kedua dapat memecahkan persoalan sesuai
dengan tujuan yang telah di tetapkan. Dari 86 (delapan puluh enam)
berita kunjungan diplomatik yang dianalisis dipilih 1 berita kunjungan
diplomatik dipilih untuk diuji reliabilitasnya oleh dua orang pengkoder. Hal
ini merujuk pada pandangan Nunung Prajarto (2010:65) bahwa dalam pengujian
reliabilitas sesunguhnya cukup dilakukan dengan mengambil beberapa item
informasi, sebab akan menimbulkan kesalahan jika uji reliabilitas diterapkan
pada keseluruhan item yang dikaji, 2 (dua) item berita kunjungan diplomatik
yang dipilih berjudul: “Indonesia,
Austria move toward broader cooperation” dan Indonesia is part of me, Obama Says.
|
Hasil keseluruhan 6
unit analisis yang diterapkan pada 2 (dua) item berita yang di pilih adalah dua
orang pengkoder telah menyepakati 9 point unit analisis, dan 3 point yang tidak
disepakati. Hasil ini diterapkan pada rumus Holsti di atas:
Hasil uji reliabilitas diperoleh adalah 0,75 jika dipersentasekan maka
diperoleh 0,75X100 = 75%, dari hasil
uji reliabilitas tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat keterpercayaan unit
analisa penelitian telah mencukupi. Merujuk pada kriteria Laswell bahwa
parameter tingkat reliabilitas antar pengkoder tidak harus 100% kesamaannya,
kesamaan nilai uji reliabilitas 70%-80% dapat dikategorikan sebagai
keterpercayaan yang cukup. Artinya 75% merupakan
nilai uji reliabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Pembahasan
Liputan
kunjungan diplomatik pejabat negara lain ke Indonesia di The Jakarta Post tentu memiliki warna tersendiri dalam wacana
perpolitikan nasional maupun internasional, kecenderungan berita politik antar
satu media dengan media lainnya tentu tidak sama. Meminjam bahasa Ibnu Hamad
(2004:163) bahwa terdapat cerita di belakang teks “setiap media memiliki
orientasinya sendiri dalam berita-berita politik yang dibuatnya”, media
memiliki maksud dan orientasi tertentu dalam berita politik yang disajikannya,
ada yang lebih mengutamakan kepentingan ideologis, politik, ekonomis, sementara
disisi lain memilih visi idealis berbangsa.
Kepentingan
yang tertuang dalam teks The Jakarta Post
dapat dilihat dari kecenderungan berita yang disajikan, kecenderungan kuantitas
berita tentu memiliki alasan dan orientasi yang akan dicapai, meliputi:
1.
Posisi
Berita
Kecenderungan
posisi berita yang dianalisis adalah posisi berita dalam kategori: (1) Headline
news, adalah posisi berita yang letaknya pada halaman depan dan menjadi
kepala berita dan berada diposisi utama (headline);
(2) Non Headline news adalah posisi
berita yang letaknya pada halaman depan dan bukan berada diposisi utama (headline); (3) Berita pada halaman dalam
adalah berita-berita yang ditempatkan pada halaman dalam surat kabar (selain
halaman depan). Ketiga kategori tersebut di atas untuk mengukur
kecenderungan pentingnya media event dalam kunjungan diplomatik,
kecenderungannya meliputi:
Tabel. 2
Posisi Berita
No
|
Posisi Berita
|
Frequency
|
%
|
1
|
Headline News
|
5
|
5.8
|
2
|
Non headline
News
|
5
|
5.8
|
3
|
Halaman
Dalam Surat Kabar
|
76
|
88.4
|
Total
|
86
|
100.0
|
Sumber: data primer yang sudah
diolah.
Kecenderungan posisi berita
kunjungan diplomatik di The Jakarta Post
terlihat pada tabel di atas menunjukkan frekuensi berita terbanyak pada halaman
dalam surat kabar yang memiliki 76 (88.4%) item berita, dibandingkan dengan headline news dan non headline news yang hanya berjumlah 5 item berita. Berita kunjungan diplomatik yang
berada pada halaman dalam surat kabar, merupakan berita yang posisinya
diletakan pada halaman selain halaman pertama (headline news dan non
headline news), baik dalam rubrik internasional (world) sebagai kelaziman berita-berita politik, ekonomi, hukum,
yang terkait dunia internasional, maupun rubrik lainnya, seperti nasional, dan
lainnya. Berita ini merupakan kategori berita yang penting, karena menempati
frekuensi berita paling banyak, dan semakin besar kuantitas berita yang
disajikan akan semakin memberikan kontribusi bagi hubungan Indonesia dengan
negara yang berkunjung.
Untuk headline news menempati posisi berita sama dengan non
headline news sebanyak 5 item berita dan presentase 5.8 %, ini membuktikan
bahwa dalam melakukan setting terhadap agenda publik,
penempatan berita pada halaman tertentu dengan mempertimbangkan nilai penting
informasi bagi masyarakat pembacanya, Namun seyogyanya tidak menghilangkan
kaidah penulisan pada posisi yang memiliki berita dinilai lebih penting dan
menarik akan ditempatkan pada halaman-halaman yang kemungkinan memudahkan
pembaca mengaksesnya.
Kuantitas terbesar berita
kunjungan diplomatik pada halaman dalam ini merupakan bukti bahwa pada dasarnya
isi media tersebut sudah dicacah-cacah untuk beragam muatan, isi
cacah-cacahannya tergantung pada peristiwa yang dianggap layak dan sangat
penting oleh media massa. Dalam hal ini media massa menentukan kelayakan pesan
yang disampaikan dan bukan pihak lain yang merasa memesan isi media massa
(kepentingan publik), dalam arti bahwa media massa memiliki kewenangan mutlak
untuk melaporkan dan tidak melaporkan peristiwa kunjungan diplomatik tersebut,
dan meletakan berita pada posisi headline
news, non headline news, maupun berita pada halaman dalam yang dikehendaki
oleh media massa. Hal ini membuktikan bahwa media massa sebagai pemberi
informasi, belum merambah pada fungsi edukasi (Prajarto, 2003:3).
Desain The Jakarta Post yang menjadikan berita
pada halaman dalam dengan kuantitas berita terbanyak terkait dengan diplomasi
publik, salah satunya diperankan media massa
mengenai agenda kunjungan diplomatik bagi Indonesia adalah kontribusi
negara lain di berbagai bidang guna pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.
Sehingga point terpenting adalah adanya kebijakan luar negeri negara lain yang
memberikan kontribusi bagi Indonesia. Pandangan penulis terkait dengan kuantitas terbesar
berita pada halaman dalam di atas, terdapat hal yang menarik dalam hubungan
luar negeri yang dijalin Indonesia dengan tidak melihat kedudukan negara yang
berkunjung maupun isu yang sedang naik daun, tetapi lebih mengutamakan harapan
dan memberikan manfaat besar dari hubungan Indonesia dengan negara yang
berkunjung. Penempatan berita pada halaman dalam tidak mengurangi derajat
pentingnya berita kunjungan diplomatik dalam perspektif media massa, tetapi
lebih menekankan pada substansi kunjungan diplomatik yang mengarah pada
kepentingan nasional dan manfaat bagi publik Indonesia. Nuansa nasionalisme The Jakarta Post juga terlihat dalam
kategori headline news, dalam bahasa
kualitas berita headline news
merupakan berita yang sangat menarik dan menjadi perhatian publik sehingga memudahkan pembaca mengaksesnya, misalnya kunjungan
Presiden Amerika Serikat Barack Obama, yang beritanya berjudul: “Bakso,
nasi goreng…semuanya enak”, judul tersbeut merupakan ungkapan Presiden
Barack Obama pada saat jamuan makan dengan Presiden SBY, yang isi beritanya
mengulas hubungan diplomatik Indonesia Amerika, termasuk latar belakang Barack
Obama yang pernah tinggal di Indonesia (sekolah di SDN Menteng),
tentunya berita yang berkaitan dengan pribadi Barack Obama tersebut tidak
berkaitan dengan substansi kunjungan diplomatik, namun berita yang disajikan
dipandang memiliki nilai penting bagi masyarakat Indonesia ”pembangunan
karakter bangsa”.
2.
Nilai
Berita
Hakikatnya unsur nilai berita harus dipenuhi dalam setiap peristiwa
sebelum dijadikan berita (Abrar, 1994:5). Penggunaan nilai berita sangat
berkaitan dengan parameter penafsiran peristiwa, pendapat, masalah, untuk dapat
diangkat menjadi berita. Nilai berita merupakan seperangkat kaidah yang dapat
dijadikan pedoman pemilihan kebijakan, terutama dalam pemilihan berita dengan
urutan yang paling penting dan yang paling tidak penting. Unit kategori nilai
berita yang dianalisis meliputi: (1) signifikan
(significance) merupakan nilai berita
yang menunjukkan pentingnya suatu peristiwa yang terjadi dan memberikan
pengaruh terhadap kehidupan masyarakat; (2) keterkenalan (Prominence), nilai berita kunjungan diplomatik yang
menunjukkan keterkenalan pejabat (Presiden, dan lainnya) atau negara (negara
Adikuasa); (3) kedekatan (Proximity), merupakan nilai berita kunjungan
diplomatik yang menunjukkan kedekatan pejabat negara lain (psikologis/
emosional) maupun negara (geografis) yang berkunjung ke Indonesia; (4) kemanusiaan
(human interest) merupakan nilai
berita yang menunjukan sisi-sisi humanis peristiwa yang diberitakan; (5) lainnya adalah nilai berita yang menarik
dalam isi berita selain nilai-nilai berita di atas.
Tabel. 3
Nilai Berita
No
|
Nilai Berita
|
Frequency
|
%
|
1
|
Siginifikan
|
69
|
80.2
|
2
|
Keterkenalan
|
6
|
7.0
|
3
|
Kedekatan
|
5
|
5.8
|
4
|
Kemanusiaan
|
4
|
4.7
|
5
|
Lainnya
|
2
|
2.3
|
Total
|
86
|
100.0
|
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Nilai berita dari kategori signifikan memiliki kecenderungan paling
tinggi yaitu 69 item berita (80,2%), dibanding dengan nilai berita keterkenalan
6 item berita (7,0%), kedekatan 5 item berita (5,8%), kemanusiaan 4 item berita
(4,7%), dan lainnya sebanyak 2 item berita (2,3%). Skema kecenderungan nilai
berita terkait signifikan tersebut, memunculkan informasi baru tentang kejadian
yang baru, penting, dan bermakna (signifikan), serta berpengaruh pada para
pembacanya yang relevan dan layak dinikmati berita tersebut.
Melalui
berita-berita yang ditampilkan, media massa selain menyajikan informasi juga
memberikan pemahaman kepada khalayak, terutama yang kurang memiliki media
literacy atau tingkat melek media yang tinggi. Tanpa memilah-memilah dan
memahami lebih dalam apa yang disajikan dalam berita, khalayak bisa terbawa
dalam arahan konstruksi yang dibangun oleh media. Oleh karena itu media massa
terutama media cetak sebaiknya lebih menekankan asas keberimbangan dalam
pembuatan suatu berita serta melihat sisi makna penting yang terkandung dalam
liputan kunjungan diplomatik, sehingga membuktikan bahwa perolehan signifikan
lebih besar presentasenya dibanding unit varian yang lain.
Meskipun
nilai berita pada keterkenalan memiliki sisi yang menarik dengan perolehan 6 item berita dengan frekuensi
7,0%, ini sebagai perbandingan kunjungan pejabat Amerika lebih besar kuantitasnya
di bandingkan pejabat dari Malaysia, padahal Malaysia merupakan tetangga
terdekat negara Indonesia dalam kategori kedekatan geografis dapat memiliki
nilai berita yang tinggi, namun nilai berita keterkenalan tidak hanya dari
sudut pandang geografis, tetapi juga psikologis (kedekatan emosional).
Kedekatan emosional pejabat yang berkunjung dalam perolehan 5 item berita
(5,8%), hal ini dilihat pada kuantitas pejabat yang kurang atau tidak terkenal
atau pejabat negara lain yang memiliki kedekatan emosional dengan masyarakat
Indonesia tentu berbeda dengan pejabat yang tidak memiliki hubungan emosional.
Misalnya Presiden Amerika Serikat Barack Obama dengan Presiden Austria Heinz
Fischer tentu memiliki derajat kedekatan yang berbeda bagi masyarakat dan institusi
media di Indonesia, kontribusi serta kedekataan dengan masyarakat yang berbeda
pula, sehingga liputan kunjungan diplomatik memiliki kecenderungan berita pada
Presiden Barack Obama. Untuk sisi kemanusiaan (human
interest) nilai berita yang menunjukan sisi-sisi humanis peristiwa yang
diwartakan (Shoemaker
dan Reese, 1996:110-111; Prajarto,
2010:91),
berusaha meyakinkan pembacanya dalam mengedepankan sisi kemanusiaan
keterbukaan, meninggalkan pengkotakan latar belakang suku, agama, ras dan
golongan serta tidak berada di bawah pengaruh kepentingan pihak tertentu dalam
memunculkan berbagai wacana terkait dengan kunjungan diplomatik, yang mengarah
kepada perwujudan masyarakat yang lebih demokratis.
3.
Kecenderungan
Berita
Media massa tidak bisa hidup
dalam situasi yang vakum, struktur dan penampilan media ditentukan oleh banyak
hal, di antaranya kecenderungan pro, netral dan kontra, meliputi: (1)
kecenderungan pro merupakan isi berita yang berupa dukungan atau berita yang positif
terhadap pihak atau kegiatan tertentu; (2) kecenderungan netral merupakan
kecenderungan isi berita yang berimbang (netral) dalam memberitakan suatu
realitas, atau berita yang tidak menunjukkan kecenderungan keberpihakan ke
pihak tertentu; dan (3) kecenderungan kontra merupakan isi berita yang
mengkritik dan cenderung berita negatif ke pihak tertentu (negara atau pejabat
yang berkunjung).
Tabel 4
Kecenderungan
Berita
No
|
Kecenderungan
berita
|
Frequency
|
%
|
1
|
Pro
|
11
|
12.8
|
2
|
Netral
|
72
|
83.7
|
3
|
Kontra
|
3
|
3.5
|
Total
|
86
|
100.0
|
Sumber: Data primer yang
sudah diolah
Media massa memiliki caranya
sendiri dalam menuliskan dan menyampaikan sebuah berita kepada khalayak. Tampak pada hasil
tabel menunjukkan netral lebih dominan, dengan frekuensi berita sebanyak 72 dan
presentase 83,7%, karena isi berita tersebut melihat sejauh mana sisi
kenetralan wartawan ketika meliput kunjungan diplomatik. Sehingga kualitas atau
bobot produk berita yang
merujuk pada sisi
yang netral dari
peristiwa tertentu apa adanya, harus
memenuhi prosedur yang
jelas dengan
membatasi masuknya opini pribadi wartawan dalam proses produksi berita. Tidak dipungkiri bahwa proses produksi berita
yang netral adalah mustahil, karena setiap berita ditulis oleh
manusia yang memilki muatan emosi, maka kewajiban setiap personil dalam sebuah
institusi media massa adalah mengupayakan obyektivitas yang kenetralan dalam suatu
berita dapat disajikan kepada khalayak.
Dalam melakukan penghimpunan,
pencarian dan pelaporan berita membutuhkan wartawan atau pekerja media harus independen,
artinya memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa
campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers. Selain itu, wartawan harus menghasilkan berita yang akurat,
berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi,
berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara, dan tidak beritikad
buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan
kerugian pihak lain atas berita yang dipublikasikan.
The
Jakarta Post telah
meletakkan berita tentang kehidupan politik dalam kerangka menciptakan makna (generating of meaning) yang utuh dan
sehat melalui keberimbangan berita yang disajikan, hal ini terkait dengan
perkembangan demokratisasi yang menyediakan ruang bebas bagi publik (public sphere) yang bersifat netral.
Menurut Ashadi Siregar (2000:190) bahwa fakta publik, kebenaran dan media massa
merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan demokrasi, dalam kondisi ini
masyarakat dapat menghadirkan diri secara rasional dalam kehidupan publik.
Logikanya sederhana, dengan informasi tentang fakta publik yang benar dan disampaikan
oleh media jurnalisme secara objektif, maka warga masyarakat akan dapat
memproses diri secara rasional dalam membentuk pendapat masalah publik,
akumulasi dari proses pembentukan pendapat secara rasional inilah yang menjadi
landasan bagi kehidupan publik warga masyarakat. Melalui media massa,
masyarakat akan berperan aktif (aktor aktif) dalam proses komunikasi politik,
yang dalam banyak hal sekaligus merupakan usaha nyata pendidikan politik
bangsa, khususnya dalam usaha meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap
kegiatan politik sebagai wahana untuk mengukur eksistensi dirinya sebagai warga
negara Indonesia yang ikut bertanggungjawab terhadap kelangsungan negara dan
bangsa Indonesia.
4.
Aktor
Kunjungan Diplomatik
Aktor atau
pejabat yang melakukan kunjungan diplomatik adalah pejabat negara lain yang
melakukan kunjungan diplomatik ke Indonesia, meliputi Presiden dan Perdana
Menteri (termasuk Wakil Presiden dan Wakil Perdana Menteri), Menteri Negara,
Duta Besar, dan lainnya dari beberapa pejabat di atas kecenderungan dari item
berita yang telah di proses dan menghasilkan point presentase dapat di lihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 5
Aktor Kunjungan
No
|
Aktor Kunjungan
|
Frequency
|
%
|
1
|
Presiden dan
Perdana Menteri
|
43
|
50.0
|
2
|
Menteri Negara
|
31
|
36.0
|
3
|
Duta Besar
|
6
|
7.0
|
4
|
Lainnya
|
6
|
7.0
|
Total
|
86
|
100.0
|
Sumber: Data Primer yang sudah diolah
Kecenderungan berita kunjungan diplomatik terhadap aktor atau pejabat
yang berkunjung, memiliki kecenderungan tertinggi adalah pejabat yang
berkedudukan sebagai Presiden atau Perdana Menteri negara lain dengan
kecenderungan 43 item berita (50,0 %), dibandingkan dengan Menteri Negara
sebesar 31 item berita (36,0%), dan Duta Besar sebesar 6 item berita (7,0%),
serta kategori lainnya. Hal ini wajar jika dilihat dari perspektif agenda media
bahwa pejabat yang memiliki jabatan lebih tinggi akan mempengaruhi media,
sehingga kuantitas liputannya lebih banyak di bandingkan dengan pejabat yang
lebih rendah jabatannya.
Presiden dan Perdana Menteri adalah pemimpin tertinggi eksekutif
(pelaksana pemerintahan) yang banyak melahirkan berbagai kebijakan,
kebijakan-kebijakan tersebut sebagai fokus utama dalam bertindak, termasuk
berbagai kebijakan politik diplomasi. Hal apa yang dilakukan oleh Presiden atau Perdana
Menteri baik kebijakan maupun kehidupan pribadi selalu menjadi isu yang menarik
bagi media massa. Menurut Severin dan Tankard (2009:278-279) bahwa Presiden
Amerika Serikat memberikan pengaruh pada media, Presiden adalah pembuat berita
nomor satu di negara tersebut, yang menentukan agenda dan dibahas dalam berita
media massa tersebut, isu-isu yang disampaikan oleh Presiden keesokan harinya
akan menjadi isu nasional dan harus dipublikasikan oleh media massa.
5. Agenda Kunjungan
Diplomatik
Agenda
kunjungan diplomatik yang dilakukan oleh pejabat tinggi negara, melalui
kegiatan atau upaya untuk membina rasa saling percaya atau untuk memperteguh
suatu keyakinan akan gagasan melalui komunikasi internasional yang dijalin,
dengan menggunakan berbagai saluran diantaranya, memperluas jaringan,
menanggulangi perbedaan dan salah paham, meningkatkan kerjasama, serta
penyelesaian konflik, yang keikutsertaan ini dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk. Bentuk dari agenda, meliputi: dialog,
dan penandatanganan kerjasama
(Memorandum of Understanding (Nota
Kesepahaman), Agreement
(Persetujuan), Protocol (Protokol), Exchange of Letters (Nota Persetujuan)),
dan lainnya.
Tabel 6
Agenda Kunjungan
No
|
Agenda
Kunjungan
|
Frequency
|
%
|
1
|
Penandatangan
Kerjasama
|
23
|
26.7
|
2
|
Dialog
|
63
|
73.3
|
Total
|
86
|
100.0
|
Sumber: Data Primer yang sudah diolah
Berdasarkan
hasil dari data di atas menunjukkan agenda kunjungan diplomatik yang lebih
banyak dilakukan oleh para pejabat negara asing berkunjung ke Indonesia dengan
agenda dialog. Pemunculan frekuensi berita sebanyak 63 item (73,3%), hal ini
bertujuan agar dialog yang dilakukan secara langsung melalui desain komunikasi
yang telah dibentuk oleh para jajaran pejabat tinggi negara tersebut, dapat menelisik pemerintah dalam mensosialisasikan program yang telah
disusun untuk di didiskusikan dan memperoleh kesepakatan antara kedua belah
pihak. Sehingga metode berdialog dalam berita kunjungan diplomatik yakni
agenda kunjungan berupa dialog, seperti berita yang berjudul “BDF seeks to promote peace and stability”, adalah
mengedepankan proses diplomasi dalam mengatasi dan menangani berbagai permasalahan
bilateral. Dominasi dialog kunjungan diplomatik senada dengan pandangan
Pemerintah Indonesia, yang sudah menegaskan bahwa dalam politik diplomasi untuk
mencapai tujuan hubungan diplomatik, langkah yang diambil antara lain adalah
penguatan mekanisme kerja sama bilateral dengan berbagai negara sahabat.
Penguatan tersebut dilakukan dengan menggairahkan atau menghidupkan kembali
mekanisme yang telah ada atau menciptakan mekanisme dialog baru, sehingga
terbentuk suatu dialog dan konsultasi bilateral yang reguler.
Proses
selanjutnya, melalui penandatangan kerjasama yang dilakukan antara kedua negara,
didasari oleh landasan hukum yang kuat dan landasan hukum tersebut biasanya di
implementasi oleh Kementerian Negara dalam membidangi program yang disepakati,
dan waktu penandatanganan kerjasama biasanya dilakukan pada awal kerjasama dan
akan dibuat landasan kerjasama lagi
jika ada peningkatan atau perubahan kerjasama. Sedangkan dalam kategori lainnya
yang tidak memiliki arah agenda yang jelas, baik dialog, kunjungan ke lapangan
maupun penandatanganan memorandum of
understanding. Kategori lainnya ini merupakan pelengkap kunjungan
diplomatik, karena hanya mengulas kehidupan pribadi dan sosial pejabat negara
yang berkunjung ke Indonesia
6. Materi Berita
Kunjungan Diplomatik
Materi
kunjungan diplomatik yang dilakukan oleh pejabat tinggi negara merupakan
program yang dikemas oleh media massa dalam bentuk materi berita dan
disampaikan dalam bentuk pesan secara lugas dan dinamis. Program yang akan
disajikan ke khalayak dilakukan melalui kemasan berita yang berbeda. Materi
berita kunjungan diplomatik yang ditampilkan dari berbagai peristiwa yang
menarik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 7
Materi Berita
Kunjungan
No
|
Materi Berita
Kunjungan
|
Frequency
|
%
|
1
|
Pertahanan dan
Keamanan
|
9
|
10.5
|
2
|
Ekonomi dan
Pembangunan
|
25
|
29.1
|
3
|
Hukum dan Hak
Asasi Manusia
|
12
|
14.0
|
4
|
Politik dan
Demokrasi
|
11
|
12.7
|
5
|
Budaya,
Pendidikan dan Agama
|
6
|
7.0
|
6
|
Lainnya
|
23
|
26.7
|
Total
|
86
|
100.0
|
Sumber: Data Primer yang sudah diolah
Materi
berita kunjungan diplomatik mengenai ekonomi dan pembangunan nasional sedikit
menonjol dengan frekuensi berita sebanyak 25 dan presentase 29,1%. Hal ini
berbanding tipis dengan materi berita berkategori lainnya sebanyak 23
pemunculan berita dengan indeks presentase 26,7%, sehingga memunculkan bahwa
dalam penulisan isi berita tersebut telah melaksanakan fungsi diplomasi secara
nyata dengan menjalankan “people-to-people
contact”, yakni menangani hubungan ekonomi dengan beberapa kegiatan secara
langsung dengan memonitor hubungan ekonomi bilateral, juga dikombinasikan
dengan tugas tugas lainnya.
Selain itu, untuk dapat lebih
dalam menganalisa kecenderungan berita kunjungan diplomatik sebagai media event pada surat kabar The Jakarta Post periode 1 Juli 2010 –
31 Desember 2010, maka dilakukan tabulasi silang, hasil tabulasi silang
meliputi:
1.
Tabulasi
Silang Posisi Berita dengan Materi Berita Kunjungan
Terwujudnya
Indonesia yang aman dan damai merupakan upaya untuk menciptakan suatu kondisi
bebas dari bahaya dan segala bentuk ancaman baik dari luar negeri maupun dari
dalam negeri serta melihat dari aspek pemerintah dalam berkunjung ke berbagai
manca negara demi membahas permasalahan bangsa, di samping itu media massa
sebagai mata dan telinga masyarakat dalam memandang serta memberi cermin bagi
pemerintah dituangkan dalam berbagai materi berita kunjungan diplomatik, yang
kesemuanya dapat di uji tabulasi silang dengan posisi berita. Hal ini
diperlukan untuk melihat kecenderungan atau kemenarikan isu / materi peristiwa
kunjungan diplomatik dari sudut posisi berita, yang dikaji dalam sub bab ini
dan hasil tabulasi silang Materi Berita Kunjungan Diplomatik dengan Posisi
Berita dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 8
Tabulasi Silang
Posisi Berita dengan Materi Berita Kunjungan
No
|
Posisi Berita
|
Materi Berita Kunjungan Diplomatik
|
Total
|
|||||
Pertahanan dan Keamanan
|
Ekonomi dan Pembangunan
|
Hukum dan HAM
|
Politik dan Demokrasi
|
Budaya, Agama, Pendidikan, IPTEK
|
Lainnya
|
|||
1
|
Headline News
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
2
|
5
|
2
|
Non Headline News
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
2
|
5
|
3
|
Berita pada halaman dalam
|
8
|
24
|
10
|
11
|
6
|
18
|
76
|
Total
|
9
|
25
|
12
|
12
|
6
|
22
|
86
|
Sumber: data
primer yang sudah diolah
Dari tabel di atas terlihat jelas
bahwa berita halaman dalam menempati posisi pertama dengan jumlah kuantitas
terbesar (76 berita) di seluruh bidang kunjungan diplomatik, baik pertahanan
dan keamanan; ekonomi dan pembangunan; hukum dan hak asasi manusia; politik dan
demokrasi; budaya, agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun kategori
lainnya yang di dalamnya terkandung comprehensive
partnership.
Analisis penulis mengenai
tabulasi silang antara materi berita kunjungan diplomatik dengan posisi berita,
yang akan penulis awali dengan jumlah kuantitas materi berita kunjungan
diplomatik yang paling besar kuantitasnya dalam perspektif diplomasi Indonesia
di berbagai bidang, meliputi:
a.
Diplomasi
Ekonomi dan Pembangunan
Diplomasi ekonomi dan pembangunan
menempati posisi yang utama dalam berita kunjungan diplomatik (25 item berita),
dengan kecenderungan pada posisi berita pada halaman dalam (24 item berita) dan
1 berita pada halaman non headline news.
Hal ini menunjukan bahwa isu diplomasi ekonomi dan pembangunan lebih menekankan
pada substansi dan kepentingan nasional dan kurang menghiraukan penempatan
berita dengan akses halaman depan. Diplomasi ekonomi sebagai prioritas utama
dalam hubungan bilateral tentu dilatarbelakangi oleh hubungan ekonomi dan
perdagangan internasional suatu negara berperan penting dalam hubungan luar
negeri. Bahkan, hubungan internasional kontemporer menunjukkan kebutuhan
politik luar negeri (necessity of foreign
policy) yang meningkat dalam rangka pertumbuhan ekonomi dan pencapaian
pembangunan kesejahteraan bangsa dan negara.
b.
Diplomasi
“Lainnya”
Kategori
diplomasi lainnya adalah diplomasi yang materinya merupakan gabungan dari
beberapa isu atau bidang dalam hubungan bilateral, dalam kategeori ini tidak
diutamakan bidang tertentu, tetapi dari dua atau lebih bidang yang dijalinkan
kerjasama juga mendapat posisi yang sama. Salah satu yang masuk dalam kategori
ini adalah comprehensive partnership
merupakan “barang dagangan” dalam melakukan diplomasi yang dibawa oleh Presiden
Amerika Serikat Barack Obama, dibawah kepemimpinan Presiden Barack Obama,
politik diplomasi Amerika Serikat mengarah pada comprehensive partnership (kerjasama menyeluruh) di berbagai
bidang.
c.
Diplomasi
dalam bidang Politik dan Demokrasi; serta Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kecenderungan
kuantitas berita kunjungan diplomatik dalam kategori materi berita politik dan
demokrasi sebesar 12 item berita, 11 berita pada halaman dalam dan 1 berita
pada halaman headline news, sementara
materi hukum dan hak asasi manusia memiliki kuantitas kecenderungan sebesar 11
item berita, 10 item berada pada posisi
berita pada halaman dalam dan 2 berita pada halaman headline news. Isu politik, demokrasi, hukum dan hak asasi manusia
ini saling beriringan, karera keempat hal tersebut merupakan ciri negara
modern. Perubahan mendasar dalam politik internasional adalah munculnya isu-isu
baru hubungan internasional pasca berakhirnya perang dingin, masyarakat
internasional tidak hanya tertarik pada masalah-masalah yang terkait dengan
keamanan dan militer, tetapi juga meningkatkan perhatian pada terhadap isu-isu
kemanusiaan seperti Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, perlindungan hukum.
Perhatian
masyarakat internasional semakin meningkat karena pemerintah di banyak negara
seringkali terlibat dengan pelanggaran hak asasi manusia, negara yang otoriter,
dan penegakan hukum yang tidak berkeadilan. Isu-isu tersebut sampai saat ini
masih menjadi citra buruk Indonesia di mata internasional, misalnya Indonesia
masing dipandang sebagai negara pelanggar hak asasi manusia paling besar dan
penegakan hukum di Indonesia cenderung tidak adil banyak korupsi, politik dan
demokrasi belum tumbuh secara matang. Misalnya terkait dengan diplomasi Hak
asasi manusia, Rein Mullerson mendefenisikan diplomasi HAM sebagai pemakaian
instrumen-instrumen politik luar negeri dan upaya mempromosikan HAM, selain
pemakaian isu-isu HAM untuk memperoleh tujuan-tujuan politik luar negerinya.
Artinya bahwa kuantitas berita ini dilatarbelakangi bahwa media ikut turut
serta dalam peningkatan dalam diplomasi tersebut yang bertujuan untuk
mengadakan perubahan-perubahan positif yang konkrit dalam kondisi polutik,
demokrasi, hukum dan hak asasi manusia di Indonesia.
d.
Diplomasi
Pertahanan dan keamanan
Konteks
diplomasi ini menilai bahwa politik diplomasi tidak akan pernah meninggalkan
isu dan kekuatan tradisional pertanahan dan keamanan, dinilai sebagai isu
tradisional sebab isu pertahanan dan keamanan adalah isu lama yang sangat
terkait dengan nuansa saling mendominasi negara dan kekuasaan negara terhadap
negara lain, konteks diplomasi ini memfokuskan perhatian pada strategi
pertanahan dan keamanan suatu negara, pengerahan kekuatan untuk mengadakan
pendekatan sambil mempercayai bahwa kekuasaan adalah komoditas yang perlu
diperjuangkan, sehingga semakin banyak yang dimiliki oleh satu pihak dan
menyebabkan berkurangnya pemilikan pihak lain. Diplomasi pertahanan dan
keamanan tetap menjadi isu menarik, sekalipun isu ini sudah mulai eredup
dibandingka isu ekonomi dan politik.
e.
Diplomasi
Budaya, Pendidikan dan Agama
Misi diplomatik budaya, agama dan
pendidikan merupakan isu yang sering disatukan dalam kerjasama yang dilakukan
oleh Indonesia dengan negara lain, isu ini menempati urutan terkahir dalam
urutan pentingnya diplomasi Indonesia, sebab isu ini menyangkut pemahaman
budaya bangsa yang berbeda-beda, dan isu ini muncul karena adanya konflik
berlatar belakang agama di berbagai belahan dunia, namun tetap saja isu ini
kurang bernilai strategis bagi dunia luar, khususnya negara-negara barat.
2.
Tabulasi Silang Agenda Kunjungan dengan Nilai Berita
Uji
tabulasi ini diperlukan untuk melihat kecenderungan agenda kunjungan diplomatik
dalam perspektif nilai berita, sebab beragamnya agenda kunjungan memiliki nilai
berita yang beragam pula, dalam penentuan media event lazimnya yang
dijadikan dasar adalah nilai berita dari agenda kunjungan diplomatik yang
menarik, semakin menarik agenda kunjungan diplomatik maka akan semakin tinggi
nilai beritanya. Hasil tabulasi silang antara agenda media dengan nilai berita,
lihat tabel:
Tabel 9
Tabulasi Silang
Agenda Kunjungan dengan Nilai berita
No
|
Nilai Berita
|
Agenda Kunjungan Diplomatik
|
Total
|
||
Penandatanganan Kerjasama
|
Dialog
|
Lainnya
|
|||
1
|
Signifikansi
|
23
|
46
|
0
|
69
|
2
|
Keterkenalan
|
0
|
0
|
6
|
6
|
3
|
Kedekatan
|
0
|
0
|
5
|
5
|
4
|
Kemanusiaan
|
0
|
4
|
0
|
4
|
5
|
Lainnya
|
0
|
2
|
0
|
2
|
Total
|
23
|
52
|
11
|
86
|
Sumber:
data primer yang sudah diolah
Dari tabel
di atas terlihat bahwa nilai berita signifikansi memiliki 69 item berita yang
berkecenderungan pada kategori agenda kunjungan baik penandatanganan kerjasama
maupun agenda dialog, sementara keterkenalan (6 item berita) dan kedekatan (5
item berita) lebih cenderung ke arah agenda kunjungan diplomatik kategori
lainnya. Sementara nilai berita kemanusiaan (4 item berita) dan nilai berita
lainnya (2 item berita) justru memiliki kecenderungan pada agenda kunjungan
diplomatik dalam kategori dialog. Pandangan penulis terkait hal di atas, yaitu:
Pertama, Signifikansi penandatanganan kerjasama dan dialog.
Peranan media massa dalam hubungan internasional, khususnya hubungan bilateral
telah memunculkan paradigma bahwa media massa modern telah menegaskan ide
“diplomasi tanpa diplomat (diplomacy without diplomat)”, dalam hal ini
media massa ikut serta melakukan pengaturan setting dan mekanisme
diplomasi. Ide diplomasi tanpa diplomat menyebabkan peranan media massa yang
besar dan dianggap seringkali sebagai penunjang bahkan penghambat diplomasi,
dalam konteks uji tabulasi silang ini bahwa media massa The Jakarta Post
memiliki kecenderungan sebagai penunjang diplomasi, sebab arah agenda kunjungan
diplomatik dilandasi nilai berita signifikansi. Pandangan Prajarto (2010:90)
bahwa nilai berita signifikansi dalam sebuah isu politik lebih menekankan pada
pentingnya suatu peristiwa politik yang terjadi.
Nilai berita agenda
penandatanganan kerjasama dan dialog merupakan langkah yang diambil dalam diplomasi Indonesia melalui peranan para diplomat
senada dengan diplomasi tanpa diplomat, artinya peranan media massa The
Jakarta Post juga bertujuan untuk penguatan mekanisme kerja sama bilateral
Indonesia dengan berbagai negara sahabat, kelebihannya adalah bahwa media massa
The Jakarta Post yang memiliki jangkauan luas menyentuh warga negara
asing di belahan dunia, dan melalui liputan tersebut diplomasi menjadi lebih
efektif dan efesien. Nilai signifikansi sebagai landasan media event
dalam agenda penandatanganan kerjasama dan dialog sebagai inti diplomasi adalah
bentuk penguatan dengan menggairahkan atau menghidupkan kembali mekanisme yang
telah ada atau menciptakan mekanisme dialog baru, sehingga terbentuk suatu
dialog dan konsultasi bilateral yang regular. Dengan adanya mekanisme bilateral
yang efektif melalui liputan di media massa, yang intinya bahwa The Jakarta
Post telah mewujudkan setting dan mekanisme diplomasi dalam hubungan
bilateral, yaitu: pertama, media massa lebih mengedepankan proses
diplomasi dalam mengatasi dan menangani berbagai permasalahan bilateral dengan
melibatkan berbagai elemen pambaca berita, sehingga tujuan kepentingan
nasional menjadi terwadahi dan diplomasi publik menjadi lebih tepat dan
komprehensif. Permasalahan dalam hubungan diplomatik yang diliput akan dibaca
oleh kalangan luas, sehingga dalam proses diplomasi akan melibatkan berbagai elemen
bangsa, pemerintah sebagai corong diplomasi, masyarakat Indonesia maupun
masyarakat negara lain, kelompok non government organization, kalangan
akademisi, yang kesemuanya tersebut merupakan aktor diplomasi yang harus ikut
“urun rembuk” dalam mengatasi berbagai persoalan dalam hubungan bilateral.
Dalam pandangan Sukawarsini Djelantik (2008:73) bahwa media massa memiliki
fungsi yang sangat strategis karena menyatukan semua aktor diplomasi publik
melalui agenda komunikasi internasional yang dilakukan, berbagai liputan
memiliki signifikansi dengan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, sebab
nilai berita signifikansi inilah sebagai tolok ukur bahwa agenda media
penandatanganan kerjasama dan dialog merupakan bentuk agenda diplomasi yang
menyentuh persoalan bangsa dan negara, sekaligus tentunya memberikan manfaat
bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Kedua, dengan
nilai berita signifikansi, media massa The Jakarta Post sebagai salah
satu dari aktor diplomasi publik juga mampu mengakomodir pandangan dari berbagai
aktor diplomasi publik lainnya, baik aktor government (pemerintah), professional
and conflict resolution (kalangan profesional dan aktor dalam
penyelesaian konflik), business (pengusaha), private citizen
(masyarakat), Research and Education (Aktor Peneliti dan Pendidik), Activism
(kalangan aktivis), Religious (kalangan agamawan), Funding
(kalangan pemodal) (Sukawarsini Djelantik, 2008:73). Kesembilan aktor tersebut
yang menentukan signifikansi hubungan bilateral, dan sekaligus kesembilan aktor
dengan di gawangi oleh media massa The Jakarta Post mampu memonitor
kemajuan implementasi kesepakatan yang telah ada, memanfaatkan peluang-peluang
kerjasama yang ada dan mengidentifikasi kerjasama yang baru, serta
mengembangkan kemitraan dalam menghadapi tantangan-tantangan global.
Kedua, nilai berita keterkenalan
dan kedekatan dalam berita kunjungan diplomatik. Keterkenalan dan kedekatan
memiliki kcenderungan pada kategori lainnya dalam agenda kunjungan
diplomatik, kategori lainnya ini pada dasarnya merupakan kategori yang
dalam berita tersebut tidak disebutkan (tidak jelas) mengenai agenda yang
dilaksanakan, berita nya hanya membahas kunjungan pejabat negara lain ke
Indonesia tetapi tidak menguraikan agenda apa yang dilakukan oleh pejabat
negara di Indonesia tersebut.
Nilai keterkenalan seorang
pejabat dan kedekatan pejabat yang bersangkutan dengan masyarakat Indonesia
atau negara Indonesia, ini juga menjadi daya dukung nilai signifikansi, sebab
dalam praktik diplomasi keberadaan pejabat yang berkunjung juga ikut menentukan
politik diplomasi negara nya. Nilai keterkenalan dan kedekatan tersebut
materinya berisi profil atau hubungan historis maupun emosionalitas dengan
negara dan bangsa Indonesia adalah nilai tambah perhargaan pemerintah terhadap
aktor /pejabat yang berkunjung. Nilai berita ini tidak membangun hubungan
diplomasi melalui jalur formal, government to government, tetapi lebih
mengarah pada government to people maupun people to government, hubungan
yang terjalin antara masyarakat Indonesia dengan pejabat negara lain atau
sebaliknya akan memberikan nuansa baru dalam menjalin hubungan bilateral
Indonesia dengan negara lain, misalnya hubungan Presiden Amerika Serikat Barack
Hussein Obama (government) dengan masyarakat Indonesia (people)
akan memberikan pengaruh pada kebijakan-kebijakan politik luar negeri Amerika
Serikat yang terkait dengan dunia Islam, sebab masyarakat Indonesia mayoritas
beragama Islam, yang kemudian politik luar negara Amerika Serikat ini mengarah
pada pelibatan Indonesia sebagai mitra Amerika Serikat dalam penyelesaian
masalah konflik keagamaan di berbagai negara dan sebagai contoh demokrasi dalam
masyarakat yang plural.
Ketiga, nilai berita
kemanusiaan dan kategori nilai berita lainnya. Nilai kemanusiaan (4 item
berita) dan kategori nilai berita lainnya (2 item berita) memiliki
kecenderungan pada kategori agenda dialog, nilai berita kemanusiaan ini terkait
dengan tema dialog pejabat negara, sisi humanisme ditonjolkan dalam berita
tersebut, sehingga sisi humanisme tersebut yang menjadi isu utama dalam
hubungan bilateral, semisal adanya bencana gunung meletus di Yogyakarta, tentu
membawa nuansa humanisme pejabat negara lain untuk “urun rembuk” membantu
penyelesaian bencana tersebut. Sementara nilai berita lainnya adalah nilai
berita selain nilai berita di atas, seperti nilai konflik, dan lainya. Artinya
bahwa nilai berita kemanusiaan dan kategori nilai berita lainnya ini merupakan
nilai berita yang terkait dengan tema dan kondisional Indonesia dan fakta
hubungan internasional, sehingga hal ini berkecenderungan pada mekanisme
dialog, jika yang diagendakan adalah dialog mengenai konflik perbatasan
Indonesia-Malaysia, maka nilai berita tersebut jelas akan mengarah pada nilai
berita konflik, dan lainnya.
3.
Aktor Kunjungan Diplomatik dengan Kecenderungan
Berita
Uji tabulasi silang ini
diperlukan untuk melihat kecenderungan berita dalam kategori pro, netral dan
kontra terhadap aktor kunjungan diplomatik, dalam arti melihat keberpihakan
media The Jakarta Post dalam menyusun media event yang mengarah
pada aktor atau pejabat tertentu. Hasil uji tabulasi silang antara aktor atau
pejabat yang berkunjung dengan kecenderungan berita dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 10
Tabulasi Silang
Aktor Kunjungan dengan Kecenderungan Berita
No
|
Kecenderungan Berita
|
Aktor Kunjungan Diplomatik
|
Total
|
|||
Presiden/ Perdana Menteri
|
Menteri Negara
|
Duta Besar
|
Lainnya
|
|||
1
|
Pro
|
11
|
0
|
0
|
0
|
11
|
2
|
Netral
|
29
|
31
|
6
|
6
|
72
|
3
|
Kontra
|
3
|
0
|
0
|
0
|
3
|
Total
|
43
|
31
|
6
|
6
|
86
|
Sumber : Data Primer yang sudah diolah.
Dari tabel di atas terlihat bahwa kecenderungan pro
lebih mengarah pada aktor kunjungan yang berkedudukan sebagai Presiden atau
Perdana Menteri dengan kuantitas berita kunjungan diplomatik sebesar 11 item
berita (12,80%), sementara kategori netral memiliki frekuensi sebesar 72 item
berita (83,70%) yang memiliki kecenderungan pada aktor Presiden atau Perdana
Menteri, Menteri Negara, Duta Besar dan Lainnya. Sedangkan kategori kontra juga
mengarah pada aktor Presiden / Perdana Menteri sebesar 3 item berita (3,50%).
Pandangan penulis terkait dengan tabulasi silang di atas yaitu :
Pertama, kecenderungan netral
adalah kecenderungan yang memiliki kuantitas berita yang paling besar (72 item
berita) yang mengarah pada keseluruhan aktor pejabat kunjungan diplomatik, baik
Presiden dan Perdana Menteri, Menteri Negara, Duta Besar, dan Lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa media massa dalam memberitakan kunjungan diplomatik memiliki
keberimbangan dalam beritanya, kecenderungan netral ini menandakan bahwa pada
dasarnya berita-berita di The Jakarta
Post tidak memiliki keberpihakan pada negara atau pejabat negara lain.
Kecenderungan netral, seperti dalam berita yang berjudul ”Malaysian
Trade Minister visits RI Minister Hatta Rajasa”, berita ini terkait dengan
kunjungan Menteri Perdagangan Malaysia ke Indonesia. Kunjungan ini merupakan
kunjungan untuk melakukan evaluasi kerjasama atau perbaikan hubungan bilateral,
sebab ketika itu Indonesia-Malaysia bermasalah dengan klaim-klaim budaya sepihak
oleh Malaysia. Berita ini tidak memihak Indonesia dan tidak mengungkap berbagai
kesalahan Malaysia (sisi negatif). Intinya berita ini tidak mempertajam konflik
yang terjadi antara Indonesia-Malaysia pada saat kunjungan Menteri Perdagangan
Malaysia ke Indonesia, sebab jika media
massa berpihak kepada Indonesia tentu akan menilai negatif setiap
kunjungan pejabat negara dari Malaysia, namun dalam berita ini terlihat bahwa
netralitas dilakukan demi pengutamaan kunjungan diplomatik dan pengutamaan
hubungan yang stabil Indonesia-Malaysia.
Yang isi beritanya meliputi: I come here to improve the two countries'
ties and hold personal talks," Datuk Mustapa said as quoted by kompas.com.
There were seven key points on trade and investment, labor, communication, fisherie’s,
forestry, education, and tourism to be discussed by the two ministers...” (
(The Jakarta Post, 3 Agustus 2010).
Dengan kecenderungan netral tersebut, bahwa The Jakarta Post dalam
memberitakan kunjungan diplomatik ”apa adanya” yang tidak berat sebelah, sesuai
dengan realitas, tidak memihak Indonesia atau negara yang berkunjung, apalagi
memiliki keberpihakan pada pejabat yang berkunjung. Hal ini merupakan bukti
bahwa media massa dalam memberitakan kunjungan diplomatik secara
independen serta tidak terpengaruh oleh faktor tertentu, misalnya faktor negara
adikuasa Amerika Serikat. Kecenderungan
netral ini jika ditelaah lebih lanjut, beritanya akan mengarah pada penekanan
aspek relevansi (relevance) berita kunjungan diplomatik dengan
kepentingan publik, berita kunjungan diplomatik bermanfaat bagi masyarakat
khususnya masyarakat Indonesia, dan terdapat substansi berita sebagai sarana
berdiplomasi. Intinya bahwa kecenderungan netral berita kunjungan diplomatik
memiliki keberpihakan pada aspek kemanfaatan bagi pembangunan masyarakat,
bangsa dan negara atau sesuai dengan tujuan diplomasi publik.
Kedua, kategori kecenderungan-pro adalah berita kunjungan
diplomatik yang memiliki keberpihakan pada aktor kunjungan diplomatik, bahwa
media memberikan penilaian yang mendukung kunjungan pejabat tersebut.
Kecenderungan pro beritanya tidak membahas hubungan bilateral Indonesia dengan
negara lain, tetapi lebih menitikberatkan pada materi yang bersifat pribadi
pejabat negara lain yang berkunjung ke Indonesia, atau profil pejabat, latar
sosiologis, historis dan emosionalitas pejabat yang berkunjung dengan
masyarakat Indonesia.
Dalam
kategori kecenderungan pro media massa memberikan informasi yang baik mengenai
pejabat yang berkunjung, latar belakang sejarah kehidupan pejabat dan hubungan
pejabat yang bersangkutan dengan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Misalnya berita yang berjudul “Indonesia awards US president’s late mother, materi
beritanya: “Stanley Ann Dunham, the mother of US President Barack
Obama, who crisscrossed villages for her research, was presented the highest
state award by President Susilo Bambang Yudhoyono, a gesture which “deeply
moved” the visiting president..” (Rangga
Dian Fadhilah, The Jakarta Post, Edisi 10 November 2010:16).
Dalam
konteks diplomasi publik, 2 berita di atas memang layak untuk diakomodir dalam
berita-berita kunjungan diplomatik, namun perlu adanya pembatasan terhadap
kuantitas berita semacam itu yang disajikan oleh The Jakarta Post,
kecenderungan kuantitas sebesar 12,80% justru akan menimbulkan problem
tersendiri bagi The Jakarta Post. Menurut penulis, bahwa berita-berita
sejenis idealnya disatukan dengan berita yang mengandung substansi hubungan
bilateral dengan negara lain (satu judul), intinya penulis sependapat jika
aspek pribadi pejabat yang berkunjung juga diberitakan, namun beritanya jangan
dilepaskan substansi pokok kunjungan diplomatik, yang materinya membahas
hubungan bilateral dengan negara lain. Intinya bahwa kecenderungan pro yang
memiliki keberpihakan pada pejabat yang berkunjung merupakan nilai tambah,
namun yang harus diutamakan adalah nilai pokok diplomasi, yang memiliki
kriteria bahwa kecenderungan pro idealnya mengarah pada keberhasilan pejabat
yang berkunjung dalam melakukan kerjasama bilateral dengan Indonesia, kebijakan
yang menguntungkan Indonesia, dan lainnya. Ketiga,
kecenderungan kontra merujuk pada aktor Presiden sebesar 3 item berita (3,50%),
kriteria kecenderungan ini adalah berita yang lebih menekankan pada aspek
negatif kunjungan pejabat negara, misalnya kunjungan negara yang tidak
bersubstansi atau hanya sebatas kunjungan simbolik saja.
Dalam hubungan internasional media massa memiliki
peranan dalam diplomasi melalui liputannya, yang liputannya tersebut berpijak
pada pengutamaan kepentingan nasional. Sebagai institusi kemasyarakatan, yang
menjalankan fungsi imperatif dari kepentingan warga dalam perspektif masyarakat
kewargaan (civil society), untuk itu basis keberadaan media massa adalah
dari konsep kebebasan pers (press freedom) sebagai bagian dari norma
untuk tatanan dalam kehidupan masyarakat dan negara. Norma kebebasan pers
merupakan prasyarat bagi seluruh proses demokratis dalam masyarakat negara,
pers bebas bukan berarti pekerja jurnalisme dan media pers boleh bertindak
semaunya. Untuk itu ada baiknya diingat hak-hak kebebasan yang memiliki dua
dimensi, yaitu "bebas dari" dan "bebas untuk", dua hal yang
pada hakekatnya tidaklah identik (Siregar, 2000:1882).
“Kebebasan dari" secara
sederhana biasa ditempatkan dalam berhubungan dengan kekuasaan lain dalam
sebuah negara, misalnya pemerintah, dunia usaha, tokoh politik, dan lainnya.
Pada sisi lain sebenarnya perlu dilihat raison d'etre bagi kebebasan itu
yang tidak hanya dikaitkan dengan eksistensi media massa "bebas
untuk" bertindak, namun bebas untuk bertindak demi terpenuhinya hak
masyarakat. Media massa sebagai institusi masyarakat dengan sendirinya bergerak
atas dasar melayani kepentingan masyarakat untuk mendapatkan informasi publik
yang benar dan obyektif. Sebab fakta-fakta dan informasi independen tentang
peristiwa kunjungan diplomatik akan jadi referensi bagi masyarakat dalam
membuat keputusan dan menciptakan suasana yang membuat semua komponen bangsa
bersikap aktif dan berfikir integratif. Kovach mengingatkan bahwa tujuan paling
penting bagi jurnalisme adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar
mereka bisa hidup merdeka dan mengatur diri sendiri, untuk itu independensi
media sangatlah penting. Independen dari otoritas politik, otoritas sosial atau
bisnis, dan tidak ada bias personal. Loyalitas jurnalis semestinya bukan
loyalitas pada pemilik media tetapi loyalitas kepada warga negara atau
loyalitas pada kepentingan nasional Indonesia.
Artinya bahwa tujuan utama
jurnalisme terkait kunjungan diplomatik adalah menempatkan kepentingan pihak
yang berkuasa agar tetap berkorelasi dan bertanggungjawab kepada kepentingan
pubik, politik diplomasi merupakan kewenangan pemerintah namun dalam
pengambilan keputusan politik diplomasi harus melibatkan masyarakat dan
hasilnya juga dilaporkan kepada masyarakat melalui media massa. Senada dengan
pandangan di atas bahwa dalam diplomasi publik, pemerintah bukan satu-satunya
aktor dalam diplomasi, tetapi terdapat 9 aktor dalam diplomasi publik, seperti
lembaga swadaya masyarakat, masyarakat, kalangan
profesional, pengusaha dan pemilik modal, peneliti, akademisi, aktivis,
kalangan agamawan, dan lainnya juga ikut melakukan komunikasi
internasional dengan caranya sendiri, bahkan melakukan diplomasi dengan caranya
sendiri, misalnya media massa melakukan diplomasi dengan berbagai liputannya.
Dengan banyaknya aktor yang terlibat dalam diplomasi publik memberikan
implikasi adanya pengakomodiran informasi dari berbagai aktor guna menjembatani
mekanisme diplomasi government to
government, people to government,
people to people, non government to non government, maupun people
and non government to government, dan lainnya.
V.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Media massa merupakan alat komunikasi internasional dalam
diplomasi publik, melalui liputan beritanya tujuan diplomasi dengan perjuangan
kepentingan nasional Indonesia dengan negara lain tercapai. Media massa sebagai
salah satu ujung tombak diplomasi publik telah memberikan angin segar bagi
Indonesia, ruang diplomasi terbuka lebar, citra positif dapat ditingkatkan,
namun hal ini belum disertai dengan pemahaman fungsi media massa sebagai media
diplomasi publik, misalnya kecenderungan berita pro yang mengarah pada dukungan
media massa terhadap pejabat yang berkunjung bukan substansi hubungan
bilateral.
Saran
Media event The Jakarta Post harus mengacu pada
agenda politik diplomasi negara dengan memperhatikan suara-suara masyarakat,
sehingga dalam menyajikan berita lebih mengutamakan kepentingan nasional bangsa
dan negara Indonesia, sekaligus memberikan ruang terbuka bagi masyarakat
sebagai cerminan demokrasi. Untuk itu The
Jakarta Post perlu menata kembali pesan politik yang mengarah pada
pembentukan masyarakat demokratis, dalam memberitakan kunjungan diplomatik The Jakarta Post bukanlah corong
kekuasaan, tetapi corong politik diplomasi yang menekankan pada kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Djelantik,
Sukawarsini., (2008), Diplomasi: Antara
Diplomasi dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu).
Flournoy,
Don Michael., (1989), Analisa Isi Surat
Kabar-Surat Kabar Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press).
Hamad,
Ibnu., (2004), Konstruksi Realitas
Politik Dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Analysis Discourses Terhadap
Berita-Berita Politik, (Jakarta: Granit)
Holsti,
Ole R. (1969), Content Analysis for the Social Sciences and Humanities,
(Massachusetts: Addison)
Indah
Wahyuni, Hermin., (2000), Relasi Media-Negara-Masyarakat dan Pasar Dalam Era
Reformasi, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Volume 4 Nomor 2.
-------,
(2007), Relasi Media – Politik Dalam Perspektif Teori Sistem: Pendekatan
Alternatif Untuk Kajian Sistem Media dan Sistem Politik Indonesia, Jurnal Komunikasi “IKON” Vol.1 Nomor
1.
McCombs,
Maxwell & Reynolds, Amy, (2009), “News
Influence on Our Pictures of the World” dalam Bryant, Jennings &
Zillman, Dolf, (2009), Media Effects: Advances in Theory and Research,
Third Edition, (London: Lawrence Erlbaum Associates).
Muhtadi,
Asep Saeful., (2008), Komunikasi Politik
Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca Orde Baru, (Bandung: Remaja Rosda
Karya).
Prajarto,
Nunung., (2003), Media Massa dan
Sosialisasi Politik Luar Negeri Indonesia, makalah pada Seminar Nasional Peran
Media Massa dan Pengaruhnya Dalam Proses Pembuatan Kebijakan Luar Negeri,
(Departemen Luar Negeri dan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 26 Juni 2003).
------,
(2010), Analisis Isi: Metode Penelitian
Komunikasi, (Yogyakarta: Fisipol UGM).
Roy,
Samendra., (1993), Diplomasi,
(Jakarta: Rajawali Pers)
Shoelhi,
Muhammad., (2009), Komunikasi
Internasional Perspektif Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media)
Shoemaker,
Pamela J., dan Stephen D. Reese, (1996), Mediating The Message, Second
Edition, (New York: Longman Publisher)
Siregar,
Ashadi., (2000), Media Pers dan Negara: Keluar Dari Hegemoni, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Volume 4, Nomor 2.
Wimmer,
Roger D., dan Joseph R.
Dominick., (2006), Mass Media Research,
(California: Thomson)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar