PENDIDIKAN LITERASI PEMILU BAGI PEREMPUAN PEMILIH
PADA PEMILU 2019
Tanto
Lailam 1, Nita Andrianti 2
1
Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Jalan Brawijaya, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta
2
Dosen Ilmu Komunikasi pada
beberapa Perguruan Tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta
Abstrak
Pengabdian
ini memfokuskan pada pemberdayaan perempuan pemilih dalam menghadapi pemilu
2019 melalui pendidikan literasi pemilu bagi perempuan pemilih. Tujuan
pengabdiannya agar perempuan pemilih mampu mendorong terwujudnya pemilu 2019
yang berkualitas dan berintegritas, sehingga lahir pemimpin dan wakil rakyat
yang mampu mendorong perempuan berkemajuan, perempuan mandiri dan sejahtera. Pendekatan
pemberdayaan (partisipasi aktif) ini berprinsip pada kemandirian masyarakat,
metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pemahaman
demokrasi dan kepemiluan melalui pendidikan literasi. Pelaksanaan pengabdian
dilakukan dengan beberapa metode, meliputi: Studi kelembagaan ke KPU dan
Bawaslu, sosialisasi kepemiluan dikalangan perempuan pemilih, dan talkshow.
Hasil
pengabdian yang dilakukan dengan berbagai agenda: (1) pendidikan kelembagaan
pemilu (KPU dan Bawaslu), pendidikan ini dilakukan dengan melakukan studi
kunjungan ke lembaga tersebut, dan sosialisasi kelembagaan ke masyarakat.
Hasilnya bahwa perempuan pemilih mampu memahami tugas dan kewenangan kelembagaan
pemilu yang permanen dan ad hoc, dari
KPU/ Bawaslu RI hingga ke KPPS/ Pengawas TPS. Selain itu juga mampu memahami
jika ada persoalan penyelenggaraan, misalnya ketika terjadi money politic, maka harus melapor ke
Bawaslu. (2) pendidikan demokrasi dan peranan perempuan, yang bertujuan
memberikan penyadaran perempuan pemilih. Problem perempuan pemilih karena apatisme politik kaum perempuan dan literasi
yang terbatas, money
politics, hoax dan negative campaign yang menjadi momok
tersendiri. Hasil dari pendidikan politik ini, bahwa perempuan pemilih memiliki
kesadaran bahwa pemilu ini gerbang kemandirian perempuan agar pemerintahan
mendorong perempuan berkemajuan. (3) Sosialisasi teknis kepemiluan, hasilnya
perempuan pemilih mampu memahami teknis kepemiluan: tata cara pindah memilih,
mencoblos, partai politik peserta pemilu, calon perseorangan DPD RI, serta visi
dan misi calon presiden dan wakil presiden. (4) Talkshow “Perempuan Muda Cerdas,
Pemilu Berintegritas”, point penting dalam talkshow tersebut bahwa menjadi
pemilih harus punya tolok ukur memilih dengan cerdas, berarti memilih dengan
menggunakan akal sehat dan hati nurani.
Kata Kunci: Pemilu, Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan
Pendahuluan
Dalam sebuah negara
demokrasi, pemilu dianggap
sebagai lambang sekaligus tolok ukur dari demokrasi itu sendiri (Nasrullah dan
Tanto, 2017:2). Hakikat Pemilu dalam negara demokrasi adalah pengejawantahan kedaulatan
rakyat yang diwujudkan dalam bentuk penyampaian hak konstitusional (hak pilih)
warga negara dalam suatu pemilu yang jujur dan
adil (free and fair elections) guna memilih pemimpin yang akan melanjutkan pemerintahan, mengurus dan melayani seluruh
lapisan masyarakat. Pemilih memiliki peranan besar terhadap kepemimpinan
Indonesia kedepan, salah pilih berarti dengan sengaja merusak negara dan
bangsa.
Sebagai pemilih tentu banyak faktor yang mempengaruhi untuk
memilih/ mencoblos calon tertentu: misalnya faktor kedekatan, agama, calon
memiliki visi, misi dan program yang baik, bahkan memilih karena keterpaksaan
menerima uang (money politics), dan
lainnya. Pada sisi yang lain, banyak pemilih yang melakukan pilihan pada
detik-detik akhir dan bisa terjadi pada detik akhir dapat mengurungkan niatnya
menjadi pemilih manakala setelah
diperhitungkan dengan caranya, partai atau calon yang
berkompetisi tidak memberikan makna apa-apa padanya (memilih golput).
Dari besaran
jumlah pemilih, untuk Pemilu 2009 yakni ± 171 juta pemilih terdaftar, hanya ± 122
juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya atau sebesar ± 71 %. Sementara
menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa partisipasi
pemilih pada Pemilu legislatif 2014 mencapai 75,11%, dan 24,89 persen pemilih tak menggunakan hak pilihnya. Sementara untuk Pemilu
serentak tahun 2019, KPU menargetkan
tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,5 %, dari target tersebut jumlah pemilih
terbesar adanya usia muda (termasuk perempuan muda). Pemilih perempuan
muda adalah generasi emas, perempuan muda ini kategori pemuda menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, dalam Pasal 1 angka 1 UU a quo yang disebut Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode
penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30
(tiga puluh) tahun. Misalnya Sodikin, et.al. (2013:44) mencatat jumlah non-voter (golongan putih atau golput)
yang terutama didominasi oleh kaum muda, terus meningkat dari pemilu ke pemilu
berikutnya; 10,21% pada Pemilu 1999, meningkat menjadi 23,34% pada Pemilu 2004,
dan 39,10 % pada Pemilu 2009. Partisipasi politik mereka sangat rendah karena
para peserta tidak memahami secara mendalam bahwa definisi politik sebenarnya
menyangkut banyak hal dalam bidang kehidupan (Loina Lalolo Krina Perangin-angin
dan dan Munawaroh Zainal, 2018:752).
Salah satu
elemen yang paling penting dan strategis dalam memujudkan pemilu yang bebas, jujur dan adil adalah keberadaan
pemilih yang cerdas dan berkualitas. Artinya kunci keberhasilan pemilu adalah
para pemilih yang cerdas dan berkualitas, tidak termakan hoax dan negative campaign,
politisasi sara, dan lainnya yang menyudutkan calon tertentu atau menguntungkan
calon tertentu. Keberhasilan pemilihan umum, jika pemilih memiliki kecerdasan
pemilu yang baik, untuk itu kecerdasan dalam pemilu dibutuhkan bagi komunitas
perempuan pemilih. Untuk itulah
pengabdian ini dilakukan
dengan fokus utama pengabdian ini adalah memberikan solusi terhadap
persoalan-persoalan dalam kepemiluan untuk meningkatkan pendidikan literasi
bagi perempuan pemilih.
Metode
Pelaksanaan
Pendekatan pemberdayaan (partisipasi aktif) ini berprinsip
pada kemandirian masyarakat, metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam pemahaman demokrasi dan kepemiluan melalui pendidikan literasi.
Pelaksanaan pengabdian
dilakukan dengan beberapa metode, meliputi:
1. Studi kelembagaan
ke KPU dan Bawaslu
Dalam pengabdian,
pengabdi dan mitra masyarakat melakukan kunjungan studi kelembagaan
penyelenggara pemilihan umum (KPU DIY dan Bawaslu DIY). Kunjungan ke KPU DIY
ini dilakukan untuk memberikan pemahaman bagi mitra berkaitan dengan
penyelenggaraan pemilihan umum yang independen dan imparsial, peran KPU DIY
dalam menyelenggarakan pemilihan umum, mengkaji tahapan pemilu yang adil, dan
problem-problem dalam penyelengaraan pemilihan umum. Kunjungan ke Bawaslu
dilakukan untuk melihat peranan lembaga Bawaslu dalam melakukan pengawasan yang
baik dalam penyelenggaraan pemilihan umum, pengawasan dalam menghadapi hoax, negative campaign, politisasi
sara, dan penyelesaian sengketa penyelenggaraan pemilihan umum.
2. Sosialisasi
kepemiluan. Sosialisasi kepemiluan dilakukan di kalangan perempuan pemilih
dengan menyampaikan persoalan-persoalan berkaitan dengan kepemiluan, seperti
urgensi pemilu serentak, menyampaikan calon presiden dan wakil presiden, partai
politik peserta pemilu, teknis kepemiluan (waktu, tata cara pencoblosan, contoh
surat suara), serta ketentuan-ketentuan pindah memilih.
3. Talkshow. Talkshow dalam pengabdian masyarakat dikembangkan dengan metode
yang lebih sederhana, yaitu dengan menyelenggarakan sarasehan dan diskusi
santai/ informal sehingga masyarakat tidak terlalu berat dalam menerima
materi-materi yang disampaikan. Materi-materi Talkshow yang disampaikan
mengambil beberapa kasus kepemiluan, sehingga peserta pelatihan akan memperoleh
gambaran-gambaran kasus dan strategi yang seharusnya dilakukan. Selain itu,
juga sharing pengalaman merupakan syarat untuk dapat
meningkatkan kreativitas dan inovasi masyarakat dan menjadi penentu pelaksanaan
kegiatan dalam menciptakan masyarakat yang mandiri dan cerdas. Metode ini fokus
pada diskusi informal bertujuan untuk mendorong partisipasi dan perhatian
peserta yang lebih intens (Bevaola dan Hempri, 2015:21), selain itu, dalam Talkshow ini menghadirkan pembicara baik
penyelenggara pemilu maupun pakar, serta menghadirkan masyarakat/ mitra.
Hasil dan
Pembahasan
1.
Pendidikan Kelembagaan Pemilu
Studi kelembagaan ini bertujuan untuk mengetahui tugas,
fungsi, dan kewenangan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum
dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Kunjungan studi ke KPU DIY dilakukan pada
Jum’at, 22 Maret 2019 bertempat dikantor KPU DIY, kunjungan ke Bawaslu DIY
dilakukan pada Senin, 25 Maret 2019 bertempat dikantor Bawaslu DIY. Dalam
kunjungan tersebut dilakukan pemaparan kewenangan KPU oleh Ketua KPU DIY
Bpk.Hamdan Kurniawan, S.IP., M.A., setelah pemaparan dilakukan diskusi mengenai
kelembagaan Pemilu dan peranan perempuan. Beberapa hasil studi kelembagan KPU,
diperoleh beberapa pemahaman bagi masyarakat/ mitra: (1) terkait dengan tugas,
kewenangan, dan kewajiban KPU dalam Pemilu 2019, seperti peranan KPU DIY dalam
keberpihakan terhadap perempuan dilakukan pada saat penetapan Daftar Calon
Sementara, Daftar Calon Tetap Anggota DPRD Provinsi yang harus memenuhi kuota
30% perempuan, jika hal tersebut tidak terpenuhi maka KPU DIY tidak meloloskan
semua calon dari Partai Politik tersebut. Secara kelembagaan KPU DIY merupakan
bagian dari KPU RI, yang saat ini jumlah komisioner perempuan di KPU DIY hanya
1 orang dari 5 orang;
Pada saat studi kelembagaan Bawaslu, dilakukan
pemaparan kewenangan Bawaslu oleh Komisioner Bawaslu DIY Ibu Sutrisnowati,
S.H., MH., M.Psi., setelah pemaparan dilakukan diskusi mengenai kelembagaan Bawaslu
dan peranan perempuan. Beberapa hasil studi kelembagaan Bawaslu, diperoleh
beberapa pemahaman: bahwa Bawaslu DIY lembaga pengawas penyelenggaraan pemilu yang
saat ini jumlah komisioner perempuan di Bawaslu DIY berjumlah 2 orang orang
dari 5 orang (40%). Berkaitan dengan pengawasan pemilu, penting adanya peran
partisipatif perempuan, baik dalam pendidikan pemilih dan efektifitas
pengawasan ketika ada pelanggaran-pelanggaran pemilu.
Gambar 1.
Studi Kelembagaan ke KPU
Hasilnya
pendidikan kelembagaan pemilu ini adalah perempuan pemilih mampu memahami
kelembagaan pemilu yang permanen dan ad
hoc, dari KPU/ Bawaslu RI hingga ke KPPS/ Pengawas TPS. Selain itu juga
mampu memahami tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga. Sehingga
jika ada persoalan penyelenggaraan, misalnya ketika terjadi money politic, maka harus melapor ke
Bawaslu.
2.
Pendidikan Demokrasi dan Peranan Perempuan
Sudah
banyak perempuan yang terlibat dalam kehidupan politik, namun representasi
perempuan belum menunjukkan identitas politik perempuan yang mampu membawa
perubahan politik Indonesia kearah yang lebih baik. Ada beberapa alasan
pentingnya representasi politik perempuan, yaitu: keadilan (justice) dan kesetaraan (equality); kepentingan perempuan (women’s interest); emansipasi (emancipation) dan perubahan (change) dalam proses politik (political process). Partisipasi politik bagi
perempuan sampai saat ini dengan dunia politik masih merupakan dua hal yang
tidak mudah dipertautkan satu dengan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan
keterwakilan perempuan dipanggung politik dan lembaga politik formal jumlah nya
masih sangat rendah dibandingkan dengan laki laki. Dalam lembaga legislatif keterwakilan perempuan sangat kecil, tidak seimbang
dengan jumlah mereka. Keterbatasan partisipasi perempuan ini mempengaruhi, baik
secara langsung maupun tidak langsung, terhadap upaya pemberdayaan perempuan (Zaenal Mukarom, 2008: 258).
Padahal,
tantangan
global ke depan semakin rumit dan perubahan zaman yang sangat dinamis dan
sangat kompetitif bagi kaum perempuan, sehingga
dibutuhkan peran perempuan untuk menghadapi dan menyelesaikan permasalahan
global dan menjadi sosok pemimpin yang
tangguh dan butuhkan nya peran dan dukungan dari pemerintah dalam pemberdayaan
perempuan. Banyak perempuan yang telah berpartisipasi dalam bidang politik
(misalnya menjadi calon legislatif), akan tetapi untuk mewujudkannya terdapat
hambatan yang seolah-olah tidak terlihat tetapi dalam kenyataannya merintangi
akses dalam menuju kepemimpinan puncak, antara lain: isu gender dan
ketidakadilan sifatnya melekat dan dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Apalagi perempuan memiliki tanggungjawab yang besar dalam rumah tangga, yakni
mendidik anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa dan negara. Perempuan
(Ibu) adalah madrasah pertama dan
utama dalam proses pendidikan manusia, jika ia salah dalam mendidik dan
menanamkan akhlak pada anak, tentu menjadi awal kehancuran generasi berikutnya.
Untuk itulah, perlu dilakukan langkah awal memberikan pendidikan literasi
kepemiluan bagi kaum perempuan.
Persoalan perempuan pemilih dalam arus tersebut bukan hanya tanggungjawab
penyelenggara pemilu, tetapi juga peserta pemilu dan masyarakat (terutama kaum
perempuan sendiri), dan keberadaan pendidikan perempuan bertujuan menjembatani
persoalan masyarakat berkaitan dengan pendidikan pemilu yang selama ini belum
terbangun secara baik. Termasuk hadirnya ujung tombak sosialisasi ini
dilatarbelakangi oleh partisipasi pemilih yang cenderung menurun dari tahun
pemilu ke tahun pemilu selanjutnya. Pendidikan demokrasi dan peranan perempuan
ini dilakukan oleh Tim pengabdi dengan sasaran perempuan pemilih di Kabupaten
Bantul dan sekitarnya.
Pendidikan Pemilu ini dilakukan
dengan berbagai upaya sosialisasi, diskusi, sharing
politik, curhatan politik/ pemilu. Tentu saja metode yang paling dominan
meningkatkan pemahaman literasi pemilu bagi kaum perempuan adalah metode best practices melalui sharing kepemiluan/ curhatan politik dan
lainnya, yang menempatkan masyarakat bukan lagi sebagai objek diskusi/
sosialisasi, tetapi menempatkan masyarakat perempuan (audiens) sebagai subyek dalam diskusi/ sosialisasi.
Beberapa persoalan dan
solusi yang penulis lakukan selama melakukan sosialisasi kepemiluan di kalangan
masyarakat berkaitan dengan pusaran politik perempuan dalam pemilu terutama
berkaitan dengan pendewasaan demokrasi dan pemilu bagi perempuan, meliputi:
a. Apatisme politik kaum perempuan. Munculnya
sikap apatis di tengah tengah masyarakat terhadap pelaksanaan pemilu. Sikap masyarakat ini muncul berdasarkan
pengalaman yang telah lalu melihat hasil pemilu-pemilu sebelumnya yang cukup
mengecewakan. Sikap apatisme masyarakat terjadi disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya pemilu ternyata menghasilkan wakil wakil rakyat dan pemimpin yang jauh dari harapan dan ekspektasi rakyat. Mereka dianggap lebih
mementingkan kepentingan pribadi atau golongan ketimbang kepentingan rakyat
banyak. Ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang menjerat para anggota
dewan. Berikutnya pemilu yang diselenggarkan dengan biaya yang mahal ini
ternyata dirasakan tidak mengubah secara signifikan keadaan bangsa dan Negara
menjadi lebih baik. Penyelenggaraan pemilu seringkali berpotensi menimbulkan
konflik horizontal di dalam masyarakat dan merusak kearifan lokal maupun modal sosial yang hidup dimasyarakat.
Untuk itu solusi terbaik adalah memberikan pemahaman bahwa perempuan harus
berani melakukan perubahan dalam pemilu 2019, memilih calon wakil rakyat yang
berpihak pada perempuan dan mampu mendorong kebijakan yang lebih baik bagi
pemberdayaan perempuan, sekaligus memilih wakil rakyat yang anti korupsi dan
diskriminasi.
b. Persoalan literasi perempuan yang terbatas.
Perempuan di Indonesia mayoritas masih terbelakang dalam bidang politik dan
kepemiluan, tentu dalam pemilu membutuhkan literasi pemilu yang baik, apa
tujuan pemilu, dan apa hubungan pemilu dengan kesejahteraan dan kemandirian
kaum perempuan. Perjuangan ini harus dilakukan oleh kaum perempuan dalam
mencapai kesetaraan dan keadilan dalam bidang kepemimpinan politik melalui
pemilu yang hingga saat ini belum dapat mengangkat harkat dan martabat kaum
perempuan untuk dapat sejajar dengan kaum laki-laki. Pendidikan demokrasi dan
kepemiluan ini menjadi contoh peningkatan literasi demokrasi dan kepemiluan
bagi perempuan baik melalui agenda arisan, oraganisasi ibu-ibu, maupun
perempuan muda.
c. Money
politics. Pemahaman
pendidikan politik sebagian besar
perempuan yang lemah menyebabkan perempuan lebih mudah digoda dengan
iming-iming politik praktis, mulai dari umrah, baju arisan, sumbangan untuk
ibu-ibu PKK, pemberian bahan material
(uang/ barang) oleh beberapa calon anggota legislatif dari partai politik, pembuatan jalan kampung dan pengadaan prasarana
dusun, dan lainnya. Kondisi ini yang kemudian menyebabkan
terjadinya transaksi jual beli suara yang
diadakan secara terbuka dan seolah menjadi hal yang “dibiasakan”. Untuk
itu, penting dilakukan gerakan-gerakan menolak money politics dalam berbagai agenda arisan dan pengajian ibu-ibu,
bahwa money politics justru
menyebabkan korupsi semakin marak.
d. Hoax
dan Negative Campaign. Hoax dan negative campaign semakin merajalela, pemberitaan palsu (bahasa Inggris : hoax) adalah informasi yang
sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hoax itu penyakit yang membayakan dalam pemilu, membuat pemilih
menjadi tidak cerdas dan pemilu yang tidak berintegritas. Perempuan
harus cerdas dalam menanggapi berbagai informasi yang masuk, terutama media
sosial. Hal yang perlu dilakukan agar mampu mengantisipasi keadaan tersebut
adalah melakukan kroscek, jangan asal men-share berita yang menimbulkan
kontrovensi atau menyudutkan calon lain.
Gambar 2.
Sosialisasi Teknis Kepemiluan
Hasil
dari pendidikan politik ini, bahwa perempuan pemilih memiliki kesadaran bahwa
pemilu ini gerbang kemandirian perempuan agar pemerintahan mendorong perempuan
berkemajuan.
3.
Sosialisasi Teknis Kepemiluan
Sosialisasi teknis
kepemiluan dilakukan oleh Tim Pengabdi di berbagai basis perempuan
(Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), organisasi perempuan berbasis
keagamaan, jamaah masjid, ibu-ibu arisan,dan lainnya). Sosialisasi ini terkait
teknis kepemiluan, beberapa hal yang disosialisasikan:
a. Pemilu
Serentak. Pemilu serentak ini dilakukan untuk memilih calon anggota DPR, calon
anggota DPRD Provinsi, calon anggota DPRD Kabupaten/ Kota, calon anggota DPD,
dan calon presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan atau satu waktu.
b.
Peserta Pemilu Lembaga Perwakilan adalah Partai
Politik, meliputi: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI Perjuangan), Partai Golongan Karya (Partai Golkar), Nasional Demokrat
(Nasdem), Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Berkarya, Partai
Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Amanat
Nasional (PAN), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrat, Partai
Bulan Bintang (PBB), an Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia (PKP Indonesia)
c.
Calon anggota DPD berbasis perseorangan,
sehingga yang dicoblos adalah nama dan foto calon yang bersangkutan
d.
Calon Presiden dan Wakil Presiden, Nomor Urut 1.
Joko Widodo dan K.H Ma’ruf Amin, serta Nomor urut 2 Prabowo
Subianto & Sandiaga Salahudin Uno
e.
Ketentuan-ketentuan Pemilu lainnya, misalnya
syarat dan tata cara pindah memilih, mekanisme pencoblosan, waktu pencoblosan,
dan lainnya.
Gambar 3.
Sosialisasi Teknis Kepemiluan
hasilnya perempuan pemilih mampu memahami
teknis kepemiluan: tata cara pindah memilih, mencoblos, partai politik peserta
pemilu, calon perseorangan DPD RI, serta visi dan misi calon presiden dan wakil
presiden, dan teknis kepemiluan lainnya.
4.
Talkshow “Perempuan Muda Cerdas, Pemilu
Berintegritas”
Talkshow yang mengangkat tema “Perempuan
Muda Cerdas, Pemilu Berintegritas” ini
dilatarbelakangi bahwa elemen
yang paling penting dan strategis dalam memujudkan pemilu yang bebas, jujur dan
adil adalah keberadaan pemilih yang cerdas, berkualitas dan berintegritas,
apalagi mengingat jumlah pemilih muda (termasuk perempuan muda atau generasi
milenial) lebih dari 40% jumlah pemilih (sekitar 70 juta). Artinya kunci
keberhasilan pemilu adalah para pemilih yang cerdas, berkualitas,
berintegritas, tidak termakan hoax
dan negative campaign, isu sara, dan
lainnya yang menyudutkan atau menguntungkan calon tertentu. Untuk itulah talkshow “Perempuan Muda Cerdas, Pemilu Berintegritas” ini dilakukan
dengan harapan dapat terwujud Pemilu 2019 yang berkualitas dan berintegritas.
Talkshow ini menghadirkan
narasumber aktivis-aktivis perempuan:
1. Siti Ghoniyatun, S.H. (Komisioner
KPU DIY) dengan mengangkat
persoalan “Pemilu 2019 dan Problematika Pemilih Perempuan Muda”. Dalam paparannya
disampaikan bahwa problematika pemilih perempuan terkait problem teknis pemilu,
problem partisipasi kritis, disinformasi atau informasi yang tidak sehat.
Sehingga untuk menjadi pemilih cerdas harus memiliki: pengetahuan, kesadaran,
dan kemampuan.
2. Sutrisnowati, S.H., M.H., M.Pd (Komisioner
Bawaslu DIY), dengan mengangkap
persoalan “Pengawasan Partisipatif Perempuan Muda dalam Pemilu 2019”. Perempuan
muda harus aktif dalam kepemiluan, tidak hanya sebagai pemilih tapi juga
sebagai pengawas (pengawasan partisipatif), misalnya aktif sebagai simpul
relawan yang menjadi aktor pengawasan pada lingkup organisasinya.
3. Nita Andrianti, S.IP., M.A., (Ketua Departemen
Pendidikan PDNA Kota Yogyakarta dan Dosen Ilmu Komunikasi) mengangkat persoalan
“Pemilu dalam Bingkai Media: Kritik Arus
Deras Media Sosial”. Dalam paparannya disampaikan bahwa saat ini hoax merajalela, pemberitaan palsu (bahasa Inggris : hoax)
adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hoax itu penyakit
yang membayakan dalam pemilu, membuat pemilih menjadi tidak cerdas dan
pemilu yang tidak berintegritas. Perempuan muda harus cerdas dalam
menanggapi berbagai informasi yang masuk, terutama media sosial, harus
mengkroscek sebelum men-share misalnya.
4. Preti Elpira, S.IP. (Koordinator
Pengembangan SDM Komite Independen Sadar Pemilu), tema yang diangkat berkaitan
dengan “Potensi Pemilih Milenial dalam Pemilu 2019: Tantangan dan Peluang”,
pemilih milineal di kalangan perempuan sangatlah banyak jumlahnya, sehingga
dengan pendidikan politik akan memberikan warna literasi kepemiluan yang baik,
sehingga generasi kedepan (perempuan muda) bisa melek pemilu.
5. Ria Putri Palupijati (PCNA
Ngampilan), mengangkat tema “Peranan Organisasi Perempuan Muda dalam
mewujudkan Pemilih yang Berintegritas”, tentu organisasi perempuan muda menjadi
motor penggerak literasi kepemiluan, dan menentukan keberhasilan partisipasi
perempuan pemilih.
Point penting dalam
talkshow tersebut bahwa menjadi pemilih harus punya tolok ukur memilih dengan
cerdas, berarti memilih dengan menggunakan akal sehat dan hati nurani. Memilih
dengan akal sehat, berarti kita memilih dengan menggunakan penilaian yang
objektif, bagaimana visi misinya, dan tanpa dipengaruhi oleh faktor uang,
hubungan kekerabatan, suku, daerah, agama, dll. Memilih dengan hati nurani,
berarti kita harus melihat dengan hati nurani kita, siapa sebenarnya calon yang
akan kita pilih, bagaimana kualitas moralnya, kualitas intelektualnya dan
keterampilan profesional yang dimilikinya. Untuk
menjadi pemilih cerdas kita harus
mengenali calon sebelum menentukan pilihan, dengan cara menyelusuri riwayat hidup sang calon dan partai politik
yang mengusungnya, dalam hal ini termasuk latar belakang pendidikan, pekerjaan,
aktifitas dalam masyarakat, dan juga pribadi yang bersangkutan dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat.
Gambar 4.
Talkshow Perempuan Muda
Cerdas, Pemilu Berintegritas”
Intinya,
perempuan pemilih dalam
memilih pemimpin
atau wakil rakyat harus cerdas mengingat: (1) pemilih harus memahami visi dan
misi calon Presiden & Wakil Presiden, dan wakil rakyat yang mengikuti
kontestasi dalam pemilihan umum 2019; (2) pemilih harus memahami apakah calon
memiliki keberpihakan terhadap rakyat dan dan memiliki sikap anti korupsi
dan anti diskriminasi,
termasuk keberpihakan terhadap kaum perempuan; (3) pemilih harus rasional dalam
menilai calon, mengingat banyaknya hoax,
dan negative campaign,
politisasi sara, dan ujaran kebencian terhadap calon presiden maupun calon anggota lembaga perwakilan. (4)
pemilih yang cerdas harus anti money
politic dan memiliki keberpihakan terhadap masa depan negara (kaum perempuan); (5) pemilih yang cerdas harus ikut
kepedulian dan membantu mengawasi
jalannya penyelenggaraan pemilu (pemantau berbasis masyarakat), melaporkan jika ada pelanggaran
yang dilakukan oleh peserta pemilu.
Kesimpulan
1. Simpulan
Basis
perempuan dalam bentuk organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK),
organisasi perempuan berbasis keagamaan, jamaah pengajian/ masjid, ibu-ibu
arisan,dan lainnya, terutama organsasi perempuan muda seperti Nasyi’atul
‘Aisyiyah memiliki peranan yang besar dalam mendorong terwujudnya pemilu 2019
yang berkualitas dan berintegritas. Untuk meningkatkan keterlibatan perempuan
pemilih dalam aktivitas pemilu tentu diperlukan pendidikan literasi, sebab
pendidikan literasi merupakan kunci terwujudnya perempuan cerdas dan
berkualitas.
Berbagai
agenda dan hasil pengabdian ini meliputi: (1) pendidikan kelembagaan pemilu
(KPU dan Bawaslu), pendidikan ini dilakukan dengan melakukan studi kunjungan ke
lembaga tersebut, dan sosialisasi kelembagaan ke masyarakat. Hasilnya bahwa
perempuan pemilih mampu memahami tugas dan kewenangan kelembagaan pemilu yang
permanen dan ad hoc, dari KPU/
Bawaslu RI hingga ke KPPS/ Pengawas TPS. Selain itu juga mampu memahami jika
ada persoalan penyelenggaraan, misalnya ketika terjadi money politic, maka harus melapor ke Bawaslu. (2) pendidikan
demokrasi dan peranan perempuan, yang bertujuan memberikan penyadaran perempuan
pemilih. Problem perempuan pemilih karena apatisme politik kaum perempuan dan literasi yang terbatas, money politics, hoax dan negative
campaign yang menjadi momok tersendiri. Hasil dari pendidikan politik ini,
bahwa perempuan pemilih memiliki kesadaran bahwa pemilu ini gerbang kemandirian
perempuan agar pemerintahan mendorong perempuan berkemajuan. (3) Sosialisasi
teknis kepemiluan, hasilnya perempuan pemilih mampu memahami teknis kepemiluan:
tata cara pindah memilih, mencoblos, partai politik peserta pemilu, calon
perseorangan DPD RI, serta visi dan misi calon presiden dan wakil presiden. (4)
Talkshow “Perempuan Muda Cerdas, Pemilu Berintegritas”, point penting dalam
talkshow tersebut bahwa menjadi pemilih harus punya tolok ukur memilih dengan
cerdas, berarti memilih dengan menggunakan akal sehat dan hati nurani.
2. Saran
Kedepan diperlukan sinergitas pendidikan politik melalui berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh kaum perempuan dengan materi-materi yang
komprehensif agar pemahaman dan keterampilan dalam berdemokrasi lebih baik dan
profesional, misalnya pengajian demokrasi untuk perempuan muda, komunitas
“emak-emak” peduli pemilu, dan lainnya.
Ucapan Terimakasih
Dengan
berakhir dan berhasilnya pengabdian ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(LP3M) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2.
Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta
3.
Badan Pengawas Pemilu Daerah Istimewa Yogyakarta
4.
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bantul
5.
Komite Independen Sadar Pemilu
6.
Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah Ngampilan, Kota
Yogyakarta.
7.
Perempuan Pemilih Kabupaten Bantul
DAFTAR PUSTAKA
Bevaola
Kusumasari dan Hempri Suyatna, dalam “Peningkatan Kapabilitas Pemasaran
Pascabencana Bagi Perempuan Hunian Tetap Pager Jurang, Sleman, Yogyakarta”, Jurnal Indonesian Journal of Community
Engagement Vol. 01. No.
01, September 2015
Kesi
Widjajanti, Model Pemberdayaan Masyarakat, Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor
1, Juni 2011
Loina
Lalolo Krina Perangin-angin dan Munawaroh Zainal, Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Bingkai Jejaring Sosial di
Media Sosial, Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018
Nasrullah
dan Tanto Lailam, Dinamika dan Problematika Politik Hukum Lembaga Penyelesai
Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, Jurnal Media Hukum, Volume 24. No.1 Juni 2017
Zaenal Mukarom, Perempuan dan Politik: Dalam Studi Komunikasi Politik
Tentang Keterwakilan Perempuan di Legislatif, Jurnal Mediator Vol 9, No. 2,
2008
Artikel ini sudah publish dalam prossiding Semnas UMY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar