Rabu, 22 April 2020

Pendidikan Literasi Pemilu bagi Perempuan Pemilih pada Pemilu 2019


PENDIDIKAN LITERASI PEMILU BAGI PEREMPUAN PEMILIH
PADA PEMILU 2019

Tanto Lailam 1, Nita Andrianti 2

1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jalan Brawijaya, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
2 Dosen Ilmu Komunikasi pada beberapa Perguruan Tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta

Abstrak
Pengabdian ini memfokuskan pada pemberdayaan perempuan pemilih dalam menghadapi pemilu 2019 melalui pendidikan literasi pemilu bagi perempuan pemilih. Tujuan pengabdiannya agar perempuan pemilih mampu mendorong terwujudnya pemilu 2019 yang berkualitas dan berintegritas, sehingga lahir pemimpin dan wakil rakyat yang mampu mendorong perempuan berkemajuan, perempuan mandiri dan sejahtera. Pendekatan pemberdayaan (partisipasi aktif) ini berprinsip pada kemandirian masyarakat, metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pemahaman demokrasi dan kepemiluan melalui pendidikan literasi. Pelaksanaan pengabdian dilakukan dengan beberapa metode, meliputi: Studi kelembagaan ke KPU dan Bawaslu, sosialisasi kepemiluan dikalangan perempuan pemilih, dan talkshow.
Hasil pengabdian yang dilakukan dengan berbagai agenda: (1) pendidikan kelembagaan pemilu (KPU dan Bawaslu), pendidikan ini dilakukan dengan melakukan studi kunjungan ke lembaga tersebut, dan sosialisasi kelembagaan ke masyarakat. Hasilnya bahwa perempuan pemilih mampu memahami tugas dan kewenangan kelembagaan pemilu yang permanen dan ad hoc, dari KPU/ Bawaslu RI hingga ke KPPS/ Pengawas TPS. Selain itu juga mampu memahami jika ada persoalan penyelenggaraan, misalnya ketika terjadi money politic, maka harus melapor ke Bawaslu. (2) pendidikan demokrasi dan peranan perempuan, yang bertujuan memberikan penyadaran perempuan pemilih. Problem perempuan pemilih karena apatisme politik kaum perempuan dan literasi yang terbatas, money politics, hoax dan negative campaign yang menjadi momok tersendiri. Hasil dari pendidikan politik ini, bahwa perempuan pemilih memiliki kesadaran bahwa pemilu ini gerbang kemandirian perempuan agar pemerintahan mendorong perempuan berkemajuan. (3) Sosialisasi teknis kepemiluan, hasilnya perempuan pemilih mampu memahami teknis kepemiluan: tata cara pindah memilih, mencoblos, partai politik peserta pemilu, calon perseorangan DPD RI, serta visi dan misi calon presiden dan wakil presiden. (4) Talkshow “Perempuan Muda Cerdas, Pemilu Berintegritas”, point penting dalam talkshow tersebut bahwa menjadi pemilih harus punya tolok ukur memilih dengan cerdas, berarti memilih dengan menggunakan akal sehat dan hati nurani.

Kata Kunci: Pemilu, Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan

Pendahuluan
Dalam sebuah negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang sekaligus tolok ukur dari demokrasi itu sendiri (Nasrullah dan Tanto, 2017:2). Hakikat Pemilu dalam negara demokrasi adalah pengejawantahan kedaulatan rakyat yang diwujudkan dalam bentuk penyampaian hak konstitusional (hak pilih) warga negara dalam suatu pemilu yang jujur dan adil (free and fair elections) guna memilih pemimpin yang akan melanjutkan pemerintahan, mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat. Pemilih memiliki peranan besar terhadap kepemimpinan Indonesia kedepan, salah pilih berarti dengan sengaja merusak negara dan bangsa.
Sebagai pemilih tentu banyak faktor yang mempengaruhi untuk memilih/ mencoblos calon tertentu: misalnya faktor kedekatan, agama, calon memiliki visi, misi dan program yang baik, bahkan memilih karena keterpaksaan menerima uang (money politics), dan lainnya. Pada sisi yang lain, banyak pemilih yang melakukan pilihan pada detik-detik akhir dan bisa terjadi pada detik akhir dapat mengurungkan niatnya menjadi pemilih manakala setelah diperhitungkan dengan caranya, partai atau calon yang berkompetisi tidak memberikan makna apa-apa padanya (memilih golput).
Dari besaran jumlah pemilih, untuk Pemilu 2009 yakni ± 171 juta pemilih terdaftar, hanya ± 122 juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya atau sebesar ± 71 %. Sementara menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa partisipasi pemilih pada Pemilu legislatif 2014 mencapai 75,11%, dan 24,89 persen pemilih tak menggunakan hak pilihnya. Sementara untuk Pemilu serentak tahun 2019, KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,5 %, dari target tersebut jumlah pemilih terbesar adanya usia muda (termasuk perempuan muda). Pemilih perempuan muda adalah generasi emas, perempuan muda ini kategori pemuda menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, dalam Pasal 1 angka 1 UU a quo yang disebut Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Misalnya Sodikin, et.al. (2013:44) mencatat jumlah non-voter (golongan putih atau golput) yang terutama didominasi oleh kaum muda, terus meningkat dari pemilu ke pemilu berikutnya; 10,21% pada Pemilu 1999, meningkat menjadi 23,34% pada Pemilu 2004, dan 39,10 % pada Pemilu 2009. Partisipasi politik mereka sangat rendah karena para peserta tidak memahami secara mendalam bahwa definisi politik sebenarnya menyangkut banyak hal dalam bidang kehidupan (Loina Lalolo Krina Perangin-angin dan dan Munawaroh Zainal, 2018:752).
Salah satu elemen yang paling penting dan strategis dalam memujudkan pemilu yang bebas, jujur dan adil adalah keberadaan pemilih yang cerdas dan berkualitas. Artinya kunci keberhasilan pemilu adalah para pemilih yang cerdas dan berkualitas, tidak termakan hoax dan negative campaign, politisasi sara, dan lainnya yang menyudutkan calon tertentu atau menguntungkan calon tertentu. Keberhasilan pemilihan umum, jika pemilih memiliki kecerdasan pemilu yang baik, untuk itu kecerdasan dalam pemilu dibutuhkan bagi komunitas perempuan pemilih. Untuk itulah pengabdian ini dilakukan dengan fokus utama pengabdian ini adalah memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan dalam kepemiluan untuk meningkatkan pendidikan literasi bagi perempuan pemilih.

Metode Pelaksanaan
Pendekatan pemberdayaan (partisipasi aktif) ini berprinsip pada kemandirian masyarakat, metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pemahaman demokrasi dan kepemiluan melalui pendidikan literasi. Pelaksanaan pengabdian dilakukan dengan beberapa metode, meliputi:
1.    Studi kelembagaan ke KPU dan Bawaslu
Dalam pengabdian, pengabdi dan mitra masyarakat melakukan kunjungan studi kelembagaan penyelenggara pemilihan umum (KPU DIY dan Bawaslu DIY). Kunjungan ke KPU DIY ini dilakukan untuk memberikan pemahaman bagi mitra berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan umum yang independen dan imparsial, peran KPU DIY dalam menyelenggarakan pemilihan umum, mengkaji tahapan pemilu yang adil, dan problem-problem dalam penyelengaraan pemilihan umum. Kunjungan ke Bawaslu dilakukan untuk melihat peranan lembaga Bawaslu dalam melakukan pengawasan yang baik dalam penyelenggaraan pemilihan umum, pengawasan dalam menghadapi hoax, negative campaign, politisasi sara, dan penyelesaian sengketa penyelenggaraan pemilihan umum.
2.    Sosialisasi kepemiluan. Sosialisasi kepemiluan dilakukan di kalangan perempuan pemilih dengan menyampaikan persoalan-persoalan berkaitan dengan kepemiluan, seperti urgensi pemilu serentak, menyampaikan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu, teknis kepemiluan (waktu, tata cara pencoblosan, contoh surat suara), serta ketentuan-ketentuan pindah memilih.
3.    Talkshow. Talkshow dalam pengabdian masyarakat dikembangkan dengan metode yang lebih sederhana, yaitu dengan menyelenggarakan sarasehan dan diskusi santai/ informal sehingga masyarakat tidak terlalu berat dalam menerima materi-materi yang disampaikan. Materi-materi Talkshow yang disampaikan mengambil beberapa kasus kepemiluan, sehingga peserta pelatihan akan memperoleh gambaran-gambaran kasus dan strategi yang seharusnya dilakukan. Selain itu, juga sharing pengalaman merupakan syarat untuk dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi masyarakat dan menjadi penentu pelaksanaan kegiatan dalam menciptakan masyarakat yang mandiri dan cerdas. Metode ini fokus pada diskusi informal bertujuan untuk mendorong partisipasi dan perhatian peserta yang lebih intens (Bevaola dan Hempri, 2015:21), selain itu, dalam Talkshow ini menghadirkan pembicara baik penyelenggara pemilu maupun pakar, serta menghadirkan masyarakat/ mitra.

Hasil dan Pembahasan
1.    Pendidikan Kelembagaan Pemilu
Studi kelembagaan ini bertujuan untuk mengetahui tugas, fungsi, dan kewenangan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Kunjungan studi ke KPU DIY dilakukan pada Jum’at, 22 Maret 2019 bertempat dikantor KPU DIY, kunjungan ke Bawaslu DIY dilakukan pada Senin, 25 Maret 2019 bertempat dikantor Bawaslu DIY. Dalam kunjungan tersebut dilakukan pemaparan kewenangan KPU oleh Ketua KPU DIY Bpk.Hamdan Kurniawan, S.IP., M.A., setelah pemaparan dilakukan diskusi mengenai kelembagaan Pemilu dan peranan perempuan. Beberapa hasil studi kelembagan KPU, diperoleh beberapa pemahaman bagi masyarakat/ mitra: (1) terkait dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban KPU dalam Pemilu 2019, seperti peranan KPU DIY dalam keberpihakan terhadap perempuan dilakukan pada saat penetapan Daftar Calon Sementara, Daftar Calon Tetap Anggota DPRD Provinsi yang harus memenuhi kuota 30% perempuan, jika hal tersebut tidak terpenuhi maka KPU DIY tidak meloloskan semua calon dari Partai Politik tersebut. Secara kelembagaan KPU DIY merupakan bagian dari KPU RI, yang saat ini jumlah komisioner perempuan di KPU DIY hanya 1 orang dari 5 orang;
Pada saat studi kelembagaan Bawaslu, dilakukan pemaparan kewenangan Bawaslu oleh Komisioner Bawaslu DIY Ibu Sutrisnowati, S.H., MH., M.Psi., setelah pemaparan dilakukan diskusi mengenai kelembagaan Bawaslu dan peranan perempuan. Beberapa hasil studi kelembagaan Bawaslu, diperoleh beberapa pemahaman: bahwa Bawaslu DIY lembaga pengawas penyelenggaraan pemilu yang saat ini jumlah komisioner perempuan di Bawaslu DIY berjumlah 2 orang orang dari 5 orang (40%). Berkaitan dengan pengawasan pemilu, penting adanya peran partisipatif perempuan, baik dalam pendidikan pemilih dan efektifitas pengawasan ketika ada pelanggaran-pelanggaran pemilu.

Gambar 1.
Studi Kelembagaan ke KPU


Hasilnya pendidikan kelembagaan pemilu ini adalah perempuan pemilih mampu memahami kelembagaan pemilu yang permanen dan ad hoc, dari KPU/ Bawaslu RI hingga ke KPPS/ Pengawas TPS. Selain itu juga mampu memahami tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga. Sehingga jika ada persoalan penyelenggaraan, misalnya ketika terjadi money politic, maka harus melapor ke Bawaslu.

2.    Pendidikan Demokrasi dan Peranan Perempuan
Sudah banyak perempuan yang terlibat dalam kehidupan politik, namun representasi perempuan belum menunjukkan identitas politik perempuan yang mampu membawa perubahan politik Indonesia kearah yang lebih baik. Ada beberapa alasan pentingnya representasi politik perempuan, yaitu: keadilan (justice) dan kesetaraan (equality); kepentingan perempuan (women’s interest); emansipasi (emancipation) dan perubahan (change) dalam proses politik (political process). Partisipasi politik bagi perempuan sampai saat ini dengan dunia politik masih merupakan dua hal yang tidak mudah dipertautkan satu dengan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan keterwakilan perempuan dipanggung politik dan lembaga politik formal jumlah nya masih sangat rendah dibandingkan dengan laki laki. Dalam lembaga legislatif keterwakilan perempuan sangat kecil, tidak seimbang dengan jumlah mereka. Keterbatasan partisipasi perempuan ini mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap upaya pemberdayaan perempuan (Zaenal Mukarom, 2008: 258).
Padahal, tantangan global ke depan semakin rumit dan perubahan zaman yang sangat dinamis dan sangat kompetitif bagi kaum perempuan, sehingga dibutuhkan peran perempuan untuk menghadapi dan menyelesaikan permasalahan global  dan menjadi sosok pemimpin yang tangguh dan butuhkan nya peran dan dukungan dari pemerintah dalam pemberdayaan perempuan. Banyak perempuan yang telah berpartisipasi dalam bidang politik (misalnya menjadi calon legislatif), akan tetapi untuk mewujudkannya terdapat hambatan yang seolah-olah tidak terlihat tetapi dalam kenyataannya merintangi akses dalam menuju kepemimpinan puncak, antara lain: isu gender dan ketidakadilan sifatnya melekat dan dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Apalagi perempuan memiliki tanggungjawab yang besar dalam rumah tangga, yakni mendidik anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa dan negara. Perempuan (Ibu) adalah madrasah pertama dan utama dalam proses pendidikan manusia, jika ia salah dalam mendidik dan menanamkan akhlak pada anak, tentu menjadi awal kehancuran generasi berikutnya. Untuk itulah, perlu dilakukan langkah awal memberikan pendidikan literasi kepemiluan bagi kaum perempuan.
Persoalan perempuan pemilih dalam arus tersebut bukan hanya tanggungjawab penyelenggara pemilu, tetapi juga peserta pemilu dan masyarakat (terutama kaum perempuan sendiri), dan keberadaan pendidikan perempuan bertujuan menjembatani persoalan masyarakat berkaitan dengan pendidikan pemilu yang selama ini belum terbangun secara baik. Termasuk hadirnya ujung tombak sosialisasi ini dilatarbelakangi oleh partisipasi pemilih yang cenderung menurun dari tahun pemilu ke tahun pemilu selanjutnya. Pendidikan demokrasi dan peranan perempuan ini dilakukan oleh Tim pengabdi dengan sasaran perempuan pemilih di Kabupaten Bantul dan sekitarnya.
Pendidikan Pemilu ini dilakukan dengan berbagai upaya sosialisasi, diskusi, sharing politik, curhatan politik/ pemilu. Tentu saja metode yang paling dominan meningkatkan pemahaman literasi pemilu bagi kaum perempuan adalah metode best practices melalui sharing kepemiluan/ curhatan politik dan lainnya, yang menempatkan masyarakat bukan lagi sebagai objek diskusi/ sosialisasi, tetapi menempatkan masyarakat perempuan (audiens) sebagai subyek dalam diskusi/ sosialisasi.
Beberapa persoalan dan solusi yang penulis lakukan selama melakukan sosialisasi kepemiluan di kalangan masyarakat berkaitan dengan pusaran politik perempuan dalam pemilu terutama berkaitan dengan pendewasaan demokrasi dan pemilu bagi perempuan, meliputi:
a.    Apatisme politik kaum perempuan. Munculnya sikap apatis di tengah tengah masyarakat terhadap pelaksanaan pemilu. Sikap masyarakat ini muncul berdasarkan pengalaman yang telah lalu melihat hasil pemilu-pemilu sebelumnya yang cukup mengecewakan. Sikap apatisme masyarakat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya pemilu ternyata menghasilkan wakil wakil rakyat dan pemimpin yang jauh dari harapan dan ekspektasi rakyat. Mereka dianggap lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan ketimbang kepentingan rakyat banyak. Ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang menjerat para anggota dewan. Berikutnya pemilu yang diselenggarkan dengan biaya yang mahal ini ternyata dirasakan tidak mengubah secara signifikan keadaan bangsa dan Negara menjadi lebih baik. Penyelenggaraan pemilu seringkali berpotensi menimbulkan konflik horizontal di dalam masyarakat dan merusak kearifan lokal maupun modal sosial yang hidup dimasyarakat. Untuk itu solusi terbaik adalah memberikan pemahaman bahwa perempuan harus berani melakukan perubahan dalam pemilu 2019, memilih calon wakil rakyat yang berpihak pada perempuan dan mampu mendorong kebijakan yang lebih baik bagi pemberdayaan perempuan, sekaligus memilih wakil rakyat yang anti korupsi dan diskriminasi.
b.    Persoalan literasi perempuan yang terbatas. Perempuan di Indonesia mayoritas masih terbelakang dalam bidang politik dan kepemiluan, tentu dalam pemilu membutuhkan literasi pemilu yang baik, apa tujuan pemilu, dan apa hubungan pemilu dengan kesejahteraan dan kemandirian kaum perempuan. Perjuangan ini harus dilakukan oleh kaum perempuan dalam mencapai kesetaraan dan keadilan dalam bidang kepemimpinan politik melalui pemilu yang hingga saat ini belum dapat mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan untuk dapat sejajar dengan kaum laki-laki. Pendidikan demokrasi dan kepemiluan ini menjadi contoh peningkatan literasi demokrasi dan kepemiluan bagi perempuan baik melalui agenda arisan, oraganisasi ibu-ibu, maupun perempuan muda.
c.    Money politics. Pemahaman pendidikan politik sebagian besar perempuan yang lemah menyebabkan perempuan lebih mudah digoda dengan iming-iming politik praktis, mulai dari umrah, baju arisan, sumbangan untuk ibu-ibu PKK, pemberian bahan material (uang/ barang) oleh beberapa calon anggota legislatif dari partai politik, pembuatan jalan kampung dan pengadaan prasarana dusun, dan lainnya. Kondisi ini yang kemudian menyebabkan terjadinya transaksi jual beli suara yang diadakan secara terbuka dan seolah menjadi hal yang “dibiasakan”. Untuk itu, penting dilakukan gerakan-gerakan menolak money politics dalam berbagai agenda arisan dan pengajian ibu-ibu, bahwa money politics justru menyebabkan korupsi semakin marak.
d.   Hoax dan Negative Campaign. Hoax dan negative campaign semakin merajalela, pemberitaan palsu (bahasa Inggris : hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hoax itu penyakit  yang membayakan dalam pemilu, membuat pemilih menjadi tidak cerdas dan pemilu yang tidak berintegritas. Perempuan harus cerdas dalam menanggapi berbagai informasi yang masuk, terutama media sosial. Hal yang perlu dilakukan agar mampu mengantisipasi keadaan tersebut adalah melakukan kroscek, jangan asal men-share berita yang menimbulkan kontrovensi atau menyudutkan calon lain.

Gambar 2.
Sosialisasi Teknis Kepemiluan



Hasil dari pendidikan politik ini, bahwa perempuan pemilih memiliki kesadaran bahwa pemilu ini gerbang kemandirian perempuan agar pemerintahan mendorong perempuan berkemajuan.

3.    Sosialisasi Teknis Kepemiluan
Sosialisasi teknis kepemiluan dilakukan oleh Tim Pengabdi di berbagai basis perempuan (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), organisasi perempuan berbasis keagamaan, jamaah masjid, ibu-ibu arisan,dan lainnya). Sosialisasi ini terkait teknis kepemiluan, beberapa hal yang disosialisasikan:
a.    Pemilu Serentak. Pemilu serentak ini dilakukan untuk memilih calon anggota DPR, calon anggota DPRD Provinsi, calon anggota DPRD Kabupaten/ Kota, calon anggota DPD, dan calon presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan atau satu waktu.
b.    Peserta Pemilu Lembaga Perwakilan adalah Partai Politik, meliputi: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Partai Golongan Karya (Partai Golkar), Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Berkarya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), an Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia (PKP Indonesia)
c.    Calon anggota DPD berbasis perseorangan, sehingga yang dicoblos adalah nama dan foto calon yang bersangkutan
d.   Calon Presiden dan Wakil Presiden, Nomor Urut 1. Joko Widodo dan K.H Ma’ruf Amin, serta Nomor urut 2 Prabowo Subianto & Sandiaga Salahudin Uno
e.    Ketentuan-ketentuan Pemilu lainnya, misalnya syarat dan tata cara pindah memilih, mekanisme pencoblosan, waktu pencoblosan, dan lainnya.
Gambar 3.
Sosialisasi Teknis Kepemiluan




hasilnya perempuan pemilih mampu memahami teknis kepemiluan: tata cara pindah memilih, mencoblos, partai politik peserta pemilu, calon perseorangan DPD RI, serta visi dan misi calon presiden dan wakil presiden, dan teknis kepemiluan lainnya.

4.    Talkshow “Perempuan Muda Cerdas, Pemilu Berintegritas”
Talkshow yang mengangkat tema “Perempuan Muda Cerdas, Pemilu Berintegritasini dilatarbelakangi bahwa elemen yang paling penting dan strategis dalam memujudkan pemilu yang bebas, jujur dan adil adalah keberadaan pemilih yang cerdas, berkualitas dan berintegritas, apalagi mengingat jumlah pemilih muda (termasuk perempuan muda atau generasi milenial) lebih dari 40% jumlah pemilih (sekitar 70 juta). Artinya kunci keberhasilan pemilu adalah para pemilih yang cerdas, berkualitas, berintegritas, tidak termakan hoax dan negative campaign, isu sara, dan lainnya yang menyudutkan atau menguntungkan calon tertentu. Untuk itulah talkshow “Perempuan Muda Cerdas, Pemilu Berintegritasini dilakukan dengan harapan dapat terwujud Pemilu 2019 yang berkualitas dan berintegritas.
Talkshow ini menghadirkan narasumber aktivis-aktivis perempuan:
1.    Siti Ghoniyatun, S.H. (Komisioner KPU DIY) dengan mengangkat persoalan “Pemilu 2019 dan Problematika Pemilih Perempuan Muda”. Dalam paparannya disampaikan bahwa problematika pemilih perempuan terkait problem teknis pemilu, problem partisipasi kritis, disinformasi atau informasi yang tidak sehat. Sehingga untuk menjadi pemilih cerdas harus memiliki: pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan.
2.    Sutrisnowati, S.H., M.H., M.Pd (Komisioner Bawaslu DIY), dengan mengangkap persoalan “Pengawasan Partisipatif Perempuan Muda dalam Pemilu 2019”. Perempuan muda harus aktif dalam kepemiluan, tidak hanya sebagai pemilih tapi juga sebagai pengawas (pengawasan partisipatif), misalnya aktif sebagai simpul relawan yang menjadi aktor pengawasan pada lingkup organisasinya.
3.    Nita Andrianti, S.IP., M.A., (Ketua Departemen Pendidikan PDNA Kota Yogyakarta dan Dosen Ilmu Komunikasi) mengangkat persoalan “Pemilu dalam Bingkai Media: Kritik Arus Deras Media Sosial”. Dalam paparannya disampaikan bahwa saat ini hoax merajalela, pemberitaan palsu (bahasa Inggris : hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hoax itu penyakit  yang membayakan dalam pemilu, membuat pemilih menjadi tidak cerdas dan pemilu yang tidak berintegritas. Perempuan muda harus cerdas dalam menanggapi berbagai informasi yang masuk, terutama media sosial, harus mengkroscek sebelum men-share misalnya.
4.    Preti Elpira, S.IP. (Koordinator Pengembangan SDM Komite Independen Sadar Pemilu), tema yang diangkat berkaitan dengan “Potensi Pemilih Milenial dalam Pemilu 2019: Tantangan dan Peluang”, pemilih milineal di kalangan perempuan sangatlah banyak jumlahnya, sehingga dengan pendidikan politik akan memberikan warna literasi kepemiluan yang baik, sehingga generasi kedepan (perempuan muda) bisa melek pemilu.
5.    Ria Putri Palupijati (PCNA Ngampilan), mengangkat tema “Peranan Organisasi Perempuan Muda dalam mewujudkan Pemilih yang Berintegritas”, tentu organisasi perempuan muda menjadi motor penggerak literasi kepemiluan, dan menentukan keberhasilan partisipasi perempuan pemilih.
Point penting dalam talkshow tersebut bahwa menjadi pemilih harus punya tolok ukur memilih dengan cerdas, berarti memilih dengan menggunakan akal sehat dan hati nurani. Memilih dengan akal sehat, berarti kita memilih dengan menggunakan penilaian yang objektif, bagaimana visi misinya, dan tanpa dipengaruhi oleh faktor uang, hubungan kekerabatan, suku, daerah, agama, dll. Memilih dengan hati nurani, berarti kita harus melihat dengan hati nurani kita, siapa sebenarnya calon yang akan kita pilih, bagaimana kualitas moralnya, kualitas intelektualnya dan keterampilan profesional yang dimilikinya. Untuk menjadi  pemilih cerdas kita harus mengenali calon sebelum menentukan pilihan, dengan cara menyelusuri riwayat hidup sang calon dan partai politik yang mengusungnya, dalam hal ini termasuk latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktifitas dalam masyarakat, dan juga pribadi yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari di  masyarakat.
Gambar 4.
Talkshow Perempuan Muda Cerdas, Pemilu Berintegritas”



Intinya, perempuan pemilih dalam memilih pemimpin atau wakil rakyat harus cerdas mengingat: (1) pemilih harus memahami visi dan misi calon Presiden & Wakil Presiden, dan wakil rakyat yang mengikuti kontestasi dalam pemilihan umum 2019; (2) pemilih harus memahami apakah calon memiliki keberpihakan terhadap rakyat dan dan memiliki sikap anti korupsi dan anti diskriminasi, termasuk keberpihakan terhadap kaum perempuan; (3) pemilih harus rasional dalam menilai calon, mengingat banyaknya hoax, dan negative campaign, politisasi sara, dan ujaran kebencian terhadap calon presiden maupun calon anggota lembaga perwakilan. (4) pemilih yang cerdas harus anti money politic dan memiliki keberpihakan terhadap masa depan negara (kaum perempuan); (5) pemilih yang cerdas harus ikut kepedulian dan membantu mengawasi jalannya penyelenggaraan pemilu (pemantau berbasis masyarakat), melaporkan jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pemilu.

Kesimpulan
1.    Simpulan
Basis perempuan dalam bentuk organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), organisasi perempuan berbasis keagamaan, jamaah pengajian/ masjid, ibu-ibu arisan,dan lainnya, terutama organsasi perempuan muda seperti Nasyi’atul ‘Aisyiyah memiliki peranan yang besar dalam mendorong terwujudnya pemilu 2019 yang berkualitas dan berintegritas. Untuk meningkatkan keterlibatan perempuan pemilih dalam aktivitas pemilu tentu diperlukan pendidikan literasi, sebab pendidikan literasi merupakan kunci terwujudnya perempuan cerdas dan berkualitas.
Berbagai agenda dan hasil pengabdian ini meliputi: (1) pendidikan kelembagaan pemilu (KPU dan Bawaslu), pendidikan ini dilakukan dengan melakukan studi kunjungan ke lembaga tersebut, dan sosialisasi kelembagaan ke masyarakat. Hasilnya bahwa perempuan pemilih mampu memahami tugas dan kewenangan kelembagaan pemilu yang permanen dan ad hoc, dari KPU/ Bawaslu RI hingga ke KPPS/ Pengawas TPS. Selain itu juga mampu memahami jika ada persoalan penyelenggaraan, misalnya ketika terjadi money politic, maka harus melapor ke Bawaslu. (2) pendidikan demokrasi dan peranan perempuan, yang bertujuan memberikan penyadaran perempuan pemilih. Problem perempuan pemilih karena apatisme politik kaum perempuan dan literasi yang terbatas, money politics, hoax dan negative campaign yang menjadi momok tersendiri. Hasil dari pendidikan politik ini, bahwa perempuan pemilih memiliki kesadaran bahwa pemilu ini gerbang kemandirian perempuan agar pemerintahan mendorong perempuan berkemajuan. (3) Sosialisasi teknis kepemiluan, hasilnya perempuan pemilih mampu memahami teknis kepemiluan: tata cara pindah memilih, mencoblos, partai politik peserta pemilu, calon perseorangan DPD RI, serta visi dan misi calon presiden dan wakil presiden. (4) Talkshow “Perempuan Muda Cerdas, Pemilu Berintegritas”, point penting dalam talkshow tersebut bahwa menjadi pemilih harus punya tolok ukur memilih dengan cerdas, berarti memilih dengan menggunakan akal sehat dan hati nurani.

2.    Saran
Kedepan diperlukan sinergitas pendidikan politik melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh kaum perempuan dengan materi-materi yang komprehensif agar pemahaman dan keterampilan dalam berdemokrasi lebih baik dan profesional, misalnya pengajian demokrasi untuk perempuan muda, komunitas “emak-emak” peduli pemilu, dan lainnya.

Ucapan Terimakasih
Dengan berakhir dan berhasilnya pengabdian ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.    Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2.    Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta
3.    Badan Pengawas Pemilu Daerah Istimewa Yogyakarta
4.    Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bantul
5.    Komite Independen Sadar Pemilu
6.    Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah Ngampilan, Kota Yogyakarta.
7.    Perempuan Pemilih Kabupaten Bantul


DAFTAR PUSTAKA

Bevaola Kusumasari dan Hempri Suyatna, dalam “Peningkatan Kapabilitas Pemasaran Pascabencana Bagi Perempuan Hunian Tetap Pager Jurang, Sleman, Yogyakarta”, Jurnal Indonesian Journal of Community Engagement Vol. 01. No. 01, September 2015
Kesi Widjajanti, Model Pemberdayaan Masyarakat, Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1, Juni 2011
Loina Lalolo Krina Perangin-angin dan Munawaroh Zainal, Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Bingkai Jejaring Sosial di Media Sosial, Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018
Nasrullah dan Tanto Lailam, Dinamika dan Problematika Politik Hukum Lembaga Penyelesai Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, Jurnal Media Hukum, Volume 24. No.1 Juni 2017
Zaenal Mukarom, Perempuan dan Politik: Dalam Studi Komunikasi Politik Tentang Keterwakilan Perempuan di Legislatif, Jurnal Mediator Vol 9, No. 2, 2008


Artikel ini sudah publish dalam prossiding Semnas UMY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komunikasi Politik -- Pengantar Pemahaman

Komunikasi Politik: Pengantar Pemahaman Komunikasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari sistem budaya politik dan budaya ber k om...