Rabu, 22 April 2020

Pengembangan Desa Wisata Melalui Penguatan Strategi Komunikasi Pariwisata

PENGEMBANGAN DESA WISATA MELALUI PENGUATAN STRATEGI KOMUNIKASI PARIWISATA

Nita Andrianti1, Tanto Lailam2

1 Dosen Ilmu Komunikasi pada beberapa Perguruan Tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Email: nietha_soulmate@yahoo.com
2 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jalan Brawijaya, Tamantirto, Kasihan, Bantul DIY. E-mail: tanto.tatanegara@gmail.com

ABSTRAK
Program pengabdian ini memfokuskan pada pengembangan desa wisata melalui peningkatan strategi komunikasi pariwisata. Tujuan program ini adalah menjadikan mitra sebagai model pusat pertumbuhan ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan masyarakat berkelanjutan melalui potensi desa wisata di Desa Mangunan dengan strategi komunikasi pariwisata. Komunikasi pariwisata yang ditawarkan ke masyarakat adalah: public relations (humas kepariwisataan), tourism and hospitality campaign planner, tourism brand and branding specialist, marketing communication, digital communication, yang berbasis pada community based tourisms dan kearifan lokal.
Program pemberdayaan masyarakat (partisipasi aktif) sebagai inti gerakannya, pendekatan yang dilakukan dengan community based tourism dengan menempatkan mitra sebagai pelaku utama pada setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program dalam komunikasi pariwisata. Pendekatan pemberdayaan (partisipasi aktif) dalam pengabdian ini berprinsip pada kemandirian masyarakat, metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan menguatkan kemampuan pengelola desa wisata dalam hal mengelola pengunjung dengan keramahtamahan dan profesionalisme.
Program yang dilakukan, meliputi: Pelatihan komunikasi pariwisata untuk mendesain model komunikasi pariwisata dan komunikasi Pemasaran Desa Wisata. Pelatihan Komunikasi Efektif dan Komunikasi Pariwisata menghadirkan narasumber Ibu Nita Andrianti, S.IP., M.A (Dosen dan Peneliti bidang Komunikasi Pariwisata). Pelatihan komunikasi pariwisata ini meliputi pemberian pemahaman berkaitan dengan peran dan tanggungjawab humas, sekaligus mengurai persoalan desa wisata dengan pendekatan komunikasi pariwisata. Pelatihan komunikasi pemasaran, strategi promosi produk wisata, iklan, dan branding Desa Wisata menghadirkan narasumber Erwan Sudiwijaya, S.Sos., MBA (Dosen Ilmu Komunikasi UMY). Sementara FGD penentuan Branding dipandu oleh Bapak Tanto Lailam, S.H., LL.M. Selain itu, program komunikasi pariwisata yang ditawarkan terkait digital tourism untuk merebut pasar global. Program lainnya adalah fasilitasi website untuk desa wisata www.dewimangunan.com

Kata Kunci: Desa Wisata, Komunikasi Pariwisata, digital tourism





PENDAHULUAN
Setiap desa memiliki potensi untuk dijadikan komoditas wisata unggulan. Keindahan dan keunikan alam akan menjadi wisata alam. Jika desa tersebut memiliki keunikan tradisi dan budayanya bisa menjadi destinasi wisata budaya. Kondisi demikian melalui pemanfaatan potensi alam, budaya dari suatu daerah dapat dikemas secara optimal melalui kegiatan kepariwisataan. Kegiatan kepariwisataan ini sangat diharapkan dan memiliki dampak terhadap masyarakat sekitar dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus juga menjaga agar kelestarian potensi lokal yang dimiliki dapat terjaga. Menurut Gun, pariwisata sebagai aktivitas ekonomi yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand side) dan sisi pasokan (supply side). Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah sangat tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan kedua sisi tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata (Hilman dan Megantari, 2018: 22)
Desa Mangunan merupakan salah satu wilayah yang gencar melakukan berbagai publikasi terkait potensi alam dan budaya untuk kegiatan pariwisata. Upaya tersebut harus dilakukan melalui manajemen pariwisata yang optimal khususnya Desa wisata.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni melakukan aktivitas komunikasi pariwisata dan branding, yakni melakukan pencitraan sebuah destinasi wisata, dengan tujuan untuk memasarkan produk. Kegiatan dapat dilihat dari berbagai image yang menitik beratkan pada kearifan lokal. Sehingga mampu memberikan keuntungan untuk memper-kenalkan destinasi wisata tersebut sekaligus mengetahui keberadaan destinasi Desa Wisata Tapak Tilas Sultan Agung dan Desa Wisata Songgo Langit. Yang pada akhirnya dapat meningkatkan kunjungan di  Desa Wisata tersebut.
Lebih dari itu dapat memperbaiki citra suatu desa yang sebelumnya hanyalah desa dibawah hutan pinus dan daerah terpencil tidak memiliki potensi wisata. Point lainnya yakni menarik wisatawan asing dan domestik melalui penerapan branding yang tepat, sehingga wisatawan memandang merek dari 2 destinasi wisata tersebut mempunyai pembeda atau ciri khas dan keunikan yang tidak dimiliki oleh desa wisata lainnya.
Desa yang memiliki menu makanan serta minuman khas tradisional yang unik baik dari bahan, rasa dan penyajian yang dapat dikategorikan dalam wisata kuliner desa, selain itu desa yang memiliki peninggalan-peninggalan yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi atau situs sejarah/prasejarah bisa menjadi tujuan wisata sejarah desa, dan juga desa wisata yang banyak sekali dengan seni tari masuk kategori desa budaya. Kondisi demikian menjadikan dunia wisata mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Apapun bisa dijadikan wisata yang mendatangkan keuntungan ekonomi bagi warga sekitar, asal jeli melihat dan memanfaatkan peluang.
Kriteria yang mendasari penilaian dalam branding yaitu pertama mampu menggambarkan sebuah karakter, daya tarik, gaya, dan personalitas kota dan kedua sebagai message yaitu menggambarkan sebuah cerita secara pintar, menyenangkan, dan mudah atau selalu diingat.
Pentingnya strategi pariwisata dan komunikasi pemasaran yang berorientasi pada komunikasi yang modern yang sebelumnya tradisional, dimana komunikasi tradisional lebih menitik beratkan kepada pertemuan pemasaran suatu produk secara langsung dari mulut ke mulut dan pengenalan destinasi budayanya melalui pemasarannya dengan cara membawa rombongan pertunjukan kesenian ke tempat tempat wisata, yang seharusnya model atau desain demikian sudah ditingalkan karena ini mengacu kepada komunikasi pemasaran wisata model lama, sedangkan untuk model yang terbaru lebih kepada memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, seperti jaringan sosial dan media on line untuk memasarkan destinasi wisata secara cepat, tepat dan efisien.
Kemampuan desa wisata, mengenai potensi yang dimiliki oleh pengelola dan pelaku usaha pariwisata akan menjadi komoditas unggulan yakni dalam bidang ilmu manajemen pariwisata, lebih dari itu penguatan terhadap strategi strategi komunikasi pemasaran juga bisa dipastikan kegiatan pariwisata itu dapat berlangsung dengan baik.
Melalui promosi promosi yang dilakukan, dan dengan segala karakteristik-nya ditunjang oleh ilmu manajemen pariwisata, selain itu pengelolaan yang profesional dan inovatif yang didalamnya ada strategi strtaegi komunikasi pemasaran yang tepat untuk mengangkat angka kunjungan para wisatawan baik lokal maupun mancanegara, maka perlunya kemampuan tersebut diberikan pelatihan manajemen komunikasi pariwisata yang sesuai dengan karakteristik desa wisata. Sebab banyak contoh tempat pariwisata (desa wisata) yang akhirnya terpuruk, mangkrak karena tidak kreatif dan inovatif. Untuk itu, pengabdian ini dilakukan agar Desa Wisata Tapak Tilas Sultan Agung dan Desa Wisata Songgo Langit menjadi desa wisata yang unggul, berkelanjutan, kompetitif dan berdaya saing.

BAHAN DAN METODE PELAKSANAAN
Tujuan program ini adalah menjadikan mitra sebagai model pusat pertumbuhan ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan masyarakat berkelanjutan melalui potensi desa wisata yang dipadukan dengan budaya (wisata alam, wisata kerajinan, dan budaya). Dalam arti pemberdayaan masyarakat (partisipasi aktif) sebagai inti gerakannya, dengan menempatkan mitra sebagai pelaku utama pada setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring - evaluasi program. Pendekatan pemberdayaan (partisipasi aktif) dalam pengabdian ini berprinsip pada kemandirian masyarakat, metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan menguatkan perekonomian lokal bidang pariwisata (community based tourism).
Beberapa metode yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat ini:
1.    FGD. FGD difungsikan sebagai ajang diskusi berkaitan dengan persoalan-persoalan Desa wisata, sekaligus mencari solusi terhadap persoalan tersebut.
2.    Pelatihan. Metode pelatihan dilakukan untuk mengurangi persoalan kekurangpahaman pengelola desa wisata (sumber daya manusia/ mitra) terhadap manajemen komunikasi organisasi, komunikasi pariwisata, komunikasi pemasaran, branding, dan lainnya. Program-program pelatihan dalam pengabdian masyarakat dikembangkan dengan metode yang lebih sederhana, yaitu dengan menyelenggarakan sarasehan dan diskusi santai/ informal sehingga masyarakat tidak terlalu berat dalam menerima materi-materi pelatihan. Pelatihan yang dilakukan adalah pelatihan yang berkaitan dengan ruang lingkup pariwisata (pelatihan kepariwisataan) baik bersifat regulatif, manajemen tata kelola, maupun komunikasi pemasaran (Hendrie dan Janianton, 2002, 109). Materi-materi pelatihan yang disampaikan mengambil beberapa kasus dan best practice pengelolaan desa wisata, sehingga peserta pelatihan akan memperoleh gambaran-gambaran kasus dan strategi yang seharusnya dilakukan. Selain itu, juga sharing pengalaman merupakan syarat untuk dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi masyarakat dan menjadi penentu pelaksanaan kegiatan dalam menciptakan masyarakat yang mandiri kompetitif berdaya saing (Kesi, 2011:25). Metode pelatihan dengan diskusi informal bertujuan untuk mendorong partisipasi dan perhatian peserta yang lebih intens (Bevaola dan Hempri, 2015: 21).

HASIL DAN DISKUSI
A.  Desa Wisata
Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (nilai-nilai kearifan lokal). Esensi desa wisata yang mengedepankan suasana keaslian suatu desa memerlukan suatu pemahaman tentang karakter dan unsur-unsur yang ada di dalam desa, termasuk didalamnya unsur pengetahuan dan kemampuan lokal serta kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat (Eko Murdiyanto, 2011: 91).
Desa wisata idealnya dikelola secara mandiri berbasis masyarakat, dengan modal dan pengelolaan dari masyarakat di desa wisata tersebut. Desa wisata ini merupakan salah satu bentuk penerapan pembangunan pariwisata berbasis masyarakat, masyarakat lokal berperan penting dalam pengembangan desa wisata karena sumber daya dan keunikan tradisi dan budaya yang melekat pada komunitas tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan desa wisata. Keberhasilan pengembangan desa wisata tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan masyarakat lokal (Made Heny, dkk, 2013: 132).

B.   Potensi Desa Wisata
Potensi Desa Wisata ini dilakukan untuk melihat keseluruhan potensi yang dimiliki oleh Desa Wisata, baik yang telah dilakukan (potensi nyata) maupun potensi yang masih tersembunyi dan membutuhkan penggalian potensi. Beberapa potensi Desa Wisata Songgo Langit yang unggul meliputi:
a.    Jelajah Wisata Persawahan Bowongan Songgo Langit. Jelajah wisata persawahan bowongan terlihat dari dua musim, musim tanam dan musim kering. Pada musim tanam persawahan bowongan merupakan wisata yang sangat menarik dan tempat wisata alam yang paling menyejukan, hamparan padi yang sangat luas mampu memanjakan mata dan suasana hidup yang nyaman.
b.    Sanggar Ngesti Budoyo Songgo Langit, yang didalamnya terdapat Kesenian Wayang Wong, Rasulan, Wiwitan, Sholawat Maulid Nabi, dan lainnya. Wayang Wong ini merupakan suatu pertunjukan teater yang di lakukan sekelompok orang yang menceritakan cerita pewayangan.  Wayang wong merupakan suatu perpaduan seni drama, tari dan cerita pewayangan yang di kemas menjadi satu dalam suatu pertunjukan wayang wong. Dalam pementasan wayang wong modern biasanya menggunakan visualisasi panggung yang sesuai dengan cerita agar cerita yang yang di sampailkan dapat mudah tersampaikan kepada para penonton.
Sementara Desa Wisata Tapak Tilas Sultan Agung memiliki banyak potensi, baik wisata alam, wisata budaya, maupun wisata buatan. Potensi terbesar adalah wisata alam watu goyang (Batu goyang). Batu ini berada di wilayah Pedukuhan Cempluk sebelah Barat daya di bukit yang cukup tinggi, konon menurut cerita rakyat, bahwa batu itu untuk hinggap burung merak sebagai petunjuk keberadaan tanah yang berbau harum. Selain itu, wisata alam yang banyak dikunjungi adalah: Mata Air Bengkung, Watu Simangu, dan Watu Pengilon . Sementara wisata budaya yang menjadi keunikan Desa wisata adalah: Wisata Budaya, Karawitan Ngudiwiromo, Kethoprak Mudo Budoyo, Seni Tari  Lestari Budaya, Jathilan Mudo Esthi Tomo, Wayang Kulit Ngesti Budoyo, Gejok lesung Laras budoyo, Sholawat Nabi. Terdapat juga wisata sejarah dan benda kuno yang merupakan koleksi salah satu pengelola desa wisata.

C.  Pelatihan Komunikasi Pariwisata
Pelatihan komunikasi pariwisata untuk mendesain model komunikasi pariwisata  untuk peningkatan Desa Wisata. Pelatihan Komunikasi Pariwisata dan Pemasaran Desa Wisata menghadirkan narasumber Ibu Nita Andrianti, S.IP., M.A (Dosen dan Peneliti bidang Komunikasi Pariwisata). Pelatihan ini menjadi sangat penting, karena komunikasi pariwisata merupakan modal utama dalam pengembangan desa wisata, komunikasi pariwisata berkembang dari menyatunya beberapa disiplin ilmu di dalam kajian komunikasi dan pariwisata.
Kajian komunikasi pariwisata memiliki kedekatan biologis dengan kajian komunikasi dan pariwisata. Yang di mana komunikasi menyumbangkan teori komunikasi persuasif, komunikasi massa, interpersonal, dan kelompok. Sedangkan pariwisata menyumbangkan field kajian pemasaran pariwisata, destinasi pariwisata, aksesbilitas ke destinasi dan SDM serta kelembagaan pariwisata. Dalam konteks komunikasi bahwa manusia dan alam sekitarnya sendiri tidak bisa dipisahkan. Ketika memanfaatkan lingkungan, sebagai mahluk yang beradab, manusia sering beperilaku positif, kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa, manusia berperilaku negatif.
Dalam komunikasi pariwisata diperlukan perilaku positif yang ditunjukkan manusia dalam hubungannya dengan alam tersebut disebut perilaku yang berlandaskan kearifan lokal masyarakat (local wisdom) yang sudah ada di dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun (termasuk budaya dan adat istiadat). Perilaku positif dan nilai-nilai kearifan lokal terangkai dalam proses komunikasi yang baik melalui bingkai komunikasi pariwisata, dalam komunikasi pariwisata dibutuhkan berbagai model komunikasi, baik komunikasi interpersonal maupun komunikasi massa.
Komunikasi interpersonal diperlukan untuk memahami pengunjung dari berbagai etnis dan mancanegara dengan sifat dan sikap yang berbeda, sehingga diperlukan untuk memahami perbedaan tersebut dengan melakukan pelayanan terbaik. Sementara komunikasi massa dalam bidang pariwisata tentu sangat dibutuhkan, hal ini tentu didasarkan pada kebutuhan utama desa wisata dalam melakukan promosi maupun kerjasama dengan media massa, sebab media massa merupakan faktor penggerak laju pertumbuhan desa wisata. Sementara itu, pelatihan komunikasi pemasaran pariwisata diperlukan untuk menciptakan, mengkomunikasikan, mengenalkan dan menyampaikan produk wisata serta mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya.
Dengan pelatihan komunikasi pariwisata juga diharapkan pengelola desa wisata mampu menangkap saluran-saluran komunikasi yang efektif untuk pengembangan desa wisata, terutama mengarah pada komunikasi pelayanan prima dalam melayani pengunjung di desa wisata.

D.  Pelatihan Komunikasi Efektif Bagi Pengelola Desa Wisata
Pelatihan komunikasi efektif bagi pengelola desa wisata juga menghadirkan narasumber Ibu Nita Andrianti, S.IP., M.A,
Gambar 1.
Pelatihan Komunikasi Pariwisata


 Beberapa hal yang penting dipahami oleh pengelola desa wisata, adalah:
1.    Source (sumber), dengan berkembang-nya desa wisata melalui sistem pemaketan desa wisata maka pengelola desa wisata akan berkomunikasi dengan berbagai sumber, sumbernya dari masyarakat, wisatawan lokal, wisatawan asing, dan lainnya.
2.    The message (pesan): apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal maupun nonverbal yang berisi ide, sikap dan nilai komunikator. Pesan mempunyai tiga komponen yaitu 1) makna, 2) simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan 3) bentuk atau organisasi pesan. Pesan yang disampaikan harus diolah, tentu dalam hal ini pengelola desa wisata harus menguasai bahasa yang baik.
3.     The channel (saluran): saluran adalah alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima/ saluran, baik via telepon, website, media sosial, dan lainnya.
4.     The receiver (penerima), orang yang menerima pesan. Penerima sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), komunikasi (communicatee), penyandi-balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), atau penafsir (interpreter).
5.    Barriers (hambatan) : Hambatan adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan pemaknaan pesan komunikator sampaikan kepada penerima. Hambatan ini bisa berasal dari pesan, saluran, dan pendengar. Misalnya sebuah kata yang mengandung arti ambiguitas. Hambatan komunikasi seperti:  a. perbedaan persepsi,  perma-salahan bahasa,  kurang mendengarkan, perbedaan emosional, perbedaan latar belakang, dan lainnya.
6.    Feedback, reaksi dan respons pendengar atas komunikasi yang komunikator lakukan.
7.    The situation (situasi), situasi adalah salah satu elemen paling penting dalam proses komunikasi dimana kondisi, suasana atau keadaan pada saat pemberi atau penerima pesan saling berinteraksi
Efektivitas komunikasi  interper-sonal, meliputi:
1.    Keterbukaan  (openness), kedekatan  antar  pribadi  mengakibatkan  seseorang  mampu  menyatakan  pendapatnya  dengan  bebas dan  terbuka.  Hal tersebut akan  mempengaruhi  berbagai variasi  pesan  baik  verbal  maupun non-verbal
2.    Perilaku  positif  (positiviness), Komunikasi  interpersonal  akan  berhasil  jika  terdapat  perhatian  yang  positif  terhadap  diri  seseorang dan terpelihara baik, bermanfaat  untuk mengefektifkan  kerjasama
3.    Empati  (empathy), Kemampuan  memproyeksikan  diri  kepada peranan orang lain maupun mencoba merasakan  perasaan  orang  lain.
4.    Sikap  positif  (positiveness) mengacu  pada  sedikitnya dua  aspek  dari  komunikasi  interpersonal: (1) Komunikasi  interpersonal  terbina  jika  seseorang  memiliki sikap  positif  terhadap  diri  mereka sendiri; (2) Perasaan  positif  untuk situasi  komunikasi  untuk  interaksi  yang efektif;
5.    Kesetaraan  (Equality), dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidak-setaraan. Salah seorang mungkin lebih  pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, dll. Tidak  pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam  segala hal.
Dalam komunikasi pariwisata dibutuhkan strategi komunikasi pemasaran yang tepat guna. Hal yang diperlukan dalam strategi komunikasi pemasaran pariwisata diantaranya (Burhan Bungin, 2015: 215-223)
1.    Grand strategy (kerangka utama) dimana struktur atau kerangka utama pengembangan pemasaran yang ditulis dalam rencana pembangunan desa wisata.
2.    Pull and Push Strategy adalah salah satu strategi komunikasi pemasaran yang banyak digunakan oleh berbagai kantor pemerintah dan swasta. Pull adalah strategi komunikasi pemasaran yang mempunyai tujuan menarik wisatawan secara langsung dari pemasaran dengan meningkatkan kesadaran dan kehendak untuk berkunjung ke desa wisata Tapak Tilas Sultan Agung dan Desa Wisata Songgo Langit. Untuk lebih efektif maka strategi yang digunakan melalui media elektronik dan cetak lokal serta disesuaikan dengan statistik musim kunjungan. Sebagai contoh, agar wisatawan asing bisa langsung berkunjung ke daerah tersebut perlunya ada pemasangan iklan sebelum liburan sekolah dan libur panjang. Sedangkan Push strategi (strategi menolak)  bertujuan mendorong industri pariwisata dalam dan luar negeri untuk mengadakan pengenalan dan penjualan produk Desa Wisata. Push strategi digunakan karena anggaran pemasaran terbatas, sehingga iklan dimedia massa cetak dan elektronik di minimumkan. Sebagai gantinya, maka pemasaran yang intensif melalui bahan bahan promosi pembuatan kalender acara, peta pariwisata, buku panduan, leaflet, papan informasi serta mendorong pembentukan paket wisata seperti study tour, studi budaya, edukasi sejarah;
3.    Strategi penetrasi pasar pariwisata dengan prinsip dana kecil dampak besar tujuannya memanfaatkan kemampuan pariwisata di desa Mangunan khusunya, yang bersifat tradisional agar lebih bermanfaat bagi pemasaran pariwista. Strategi ini dilaksanakan dengan beberapa tujuan yakni: a. Produk lama, segmen baru artinya strategi ini digunakan apabila produk pariwisata belum dikenal atau masih baru, stakeholder dapat menggunakan strategi penetrasi pasar, yakni pertama, membuat kemasan dengan menggali cerita. Kedua, mengemas, menyebarkan cerita cerita legenda yang ada di desa wisata tersebut misalkan di desa wisata Tapak Tilas Sultan Agung yang memiliki nilai historis pada sebuah watu goyang. b. Membentuk dan mendukung komunitas strategi ditujukan untuk memperkuat citra sosial dengan testimoni di antara komunitas tertentu  (komunitas yang dijalin antar desa wisata yang ada). Strategi ini dilakukan dengan cara pertama mendukung komunitas kekerabatan atau keluarga dengan mengkomunikasikan testimoni kunjungan desa wisata, misalnya desa wisata di daerah mangunan khususnya Tapak Tilas Sultan Agung merupakan Desa wisata yang nyaman, murah, ramah, dan sejuk. Kedua,  membentuk komunitas blog di internet, seperti komunitas pembuat film amatir dengan testimoni tentang desa wisata di daerah tersebut. Ketiga, bekerjasama dengan NGO maupun kelompok organisai NGO terkait berbagai bidang seperti ahli arkelogi, ahli lingkungan dan ahli kesehatan.
4.    Strategi komunikasi pemasaran gerilya, meliputi pemotongan harga paket pariwisata terpilih, kejutan promosi intensif, misalnya: harga diskon untuk paket pariwisata, medukung agen perjalanan untuk menjual produk pariwisata.
5.    Strategi celah pasar (Strategi Market Nicher). Celah pemasaran yang ideal yakni: pertama, memiliki daerah cukup besar dan daya beli cukup besar agar dapat menguntungkan; kedua, memiliki potensi untuk berkembang; ketiga, mampu membela diri dari serangan pesaing yang cukup besar dengan mengkonstruksi produknya, misalnya kesenian tradisional yang dimiliki oleh desa wisata tersebut yang memiliki ciri khas yang unik dan ada pembeda dengan desa wisata lainnya.
Dengan pelatihan ini, pengelola desa wisata Tapak Tilas Sultan Agung dan Desa Wisata Songgo Langit dapat memiliki kemampuan:
a.    pengelola desa wisata mampu menerapkan komunikasi efektif terhadap sesama pengelola, pengunjung, dan masyarakat sekitar.
b.    Pengelola desa wisata mampu menganalisis kelemahan dalam komunikasi dengan pengunjung;
c.    mampu menyesuaikan dengan cepat, ketika datang pengunjung yang berbeda bahasa, dan lainnya.
d.    Mampu melakukan pelayanan prima melalui komunikasi efektif;
e.    Mampu melakukan berbagai aktivitas komunikasi dengan berbagai saluran telepon, website, media sosial, dan lainnya.

E.   Pelatihan Komunikasi Pemasaran
Pelatihan komunikasi pemasaran bagi desa wisata diperlukan untuk menciptakan, mengkomunikasikan, mengenalkan dan menyampaikan produk desa wisata ke masyarakat luas/ sasaran pengunjung. Komunikasi pemasaran  (marketing communication) adalah sarana di mana kelompok usaha berusaha menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang desa wisata yang dikelola, terutama keunggulan dan nilai-nilai budaya yang berkembang. Dalam pelatihan ini langsung dilakukan praktek pemasaran desa wisata, dengan menggunakan media sosial sebagai media komunikasi pemasaran.
Pelatihan komunikasi pemasaran pariwisata ini dilengkapi dengan pemahaman branding desa wisata, Tujuan dari branding desa wisata ini akan berdampak bagi desa wisata agar memiliki satu identitas tersendiri yang membuat pengunjung dapat membentuk image terhadap desa wisata tersebut. Pelatihan  ini dipandu oleh Bapak Erwan Sudiwijaya, S.Sos., MBA (Dosen Ilmu Komunikasi UMY)
Gambar.2
Pelatihan Pemasaran Desa Wisata



F.   Branding Desa Wisata
Branding Desa Wisata baru dilakukan di Desa Wisata Tapak Tilas Sultan Agung, dengan mengetengahkan ide wisata Negeri Khayangan. Wisata Negeri Khayangan ini terinspirasi letak Desa Wisata yang berada di puncak Yogya, dan ketika malam hari seolah benar-benar berada di khayangan, mampu melihat Yogya dengan keindahannya.
Gambar 3.
Desain Branding Desa Wisata


Beberapa spot dengan branding:
1. Pintu Khayangan
2. Kembang Khayangan
4. Puncak Khayangan
5. Watu Goyang (Watu Khayangan)
7. Kidang Khayangan
8. Jembatan Khayangan
9. Saifi Angin
11. Merak Khayangan
12. Teras Khayangan
13. Pendopo Khayangan
Fasilitas:
Gubug Khayangan
Langgar Sultan Agung Nginggil
Langgar Sultan Agung Ngandap
Jheding Nginggil
Jheding Ngandap
Sekretariat Dewi Tapak Tilas Sultan Agung
Kuliner Khayangan
Gubug Penantian

G.  Promosi Desa Wisata
Desa wisata terletak di kawasan pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk globalisasi, namun promosi pengembangan desa wisata tidak boleh ketinggalan jaman. Promosi konvensional desa wisata tidak bisa terlalu diandalkan. Internet-lah yang menjadi tulang punggung baru untuk promosi desa wisata. Pengelola harus memiliki website yang representatif dan informatif, selain itu vlog yang dicantumkan dalam youtube dengan menampilkan keindahan panorama desa wisata tersebut, dan instagram yang memuat gambaran desa wisata dengan penuh keelokkannya di suguhkan dan disajikan dalam picture dan sedikit testimonidi instagram.
Banyak website tentang potensi di daerah-daerah yang hanya asal ada dan tidak diperbarui secara rutin. Padahal, website inilah yang menjadi salah satu rujukan utama wisatawan domestik dan mancanegara sebelum memilih destinasi wisata. Selain website, media sosial dan efek word-of-mouth-nya saat ini juga menjadi faktor yang menentukan keberhasilan promosi.  Fasilitasi website dari tim pengabdi untuk desa wisata melalui alamat www.dewimangunan.com

SIMPULAN
Program pemberdayaan masyarakat (partisipasi aktif) sebagai inti gerakannya, pendekatan yang dilakukan dengan community based tourism dengan menempatkan mitra sebagai pelaku utama pada setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program dalam komunikasi pariwisata. Pendekatan pemberdayaan (partisipasi aktif) dalam pengabdian ini berprinsip pada kemandirian masyarakat, metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan menguatkan kemampuan pengelola desa wisata dalam hal mengelola pengunjung dengan keramahtamahan dan profesionalisme. Program yang dilakukan, meliputi: Pelatihan komunikasi pariwisata untuk mendesain model komunikasi pariwisata, komunikasi efektif, dan komunikasi Pemasaran Desa Wisata.

Ucapan Terimakasih
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.    Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, dengan skema Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM)
2.    Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3.    Pemerintah Desa Mangunan, Dlingo, Bantul.
4.    Kepala Dusun Cempluk, Dusun Sukarame Desa Mangunan, Dlingo, Bantul
5.    Pengelola Desa Wisata Tapak Tilas Sultan Agung dan Pengelola Desa Wisata Songgo Langit.
6.    Pembicara Pelatihan dan segenap masyarakat yang terlibat

Daftar Pustaka
Yusuf Adam Hilman dan Krisna Megantari, Model City Branding Sebagai Strategi Penguatan Pariwisata Lokal Provinsi Jawa Timur, Jurnal Komunikasi Dan Kajian Media Volume 2, Nomor 2, Oktober 2018
Eko Murdiyanto, dalam “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Karanggeneng, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Jurnal Sepa Vol. 7 No.2 Februari 2011.
Kusumasari, Bevaola, dan Hempri Suyatna,(2015) dalam “Peningkatan Kapabilitas Pemasaran Pascabencana Bagi Perempuan Hunian Tetap Pager Jurang, Sleman, Yogyakarta”, Jurnal Indonesian Journal of Community Engagement Vol. 01. No. 01.
Made Heny Urmila Dewi, Chafid Fandeli, M. Baiquni, dalam “Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali, Jurnal Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus 2013
Widjajanti, Kesi, (2011) dalam “Model Pemberdayaan Masyarakat”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1.


Naskah telah dipublikasikan pada Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyrakat di Universitas Slamet Riyadi, Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komunikasi Politik -- Pengantar Pemahaman

Komunikasi Politik: Pengantar Pemahaman Komunikasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari sistem budaya politik dan budaya ber k om...