PENGEMBANGAN DESA WISATA
MELALUI PENGUATAN STRATEGI KOMUNIKASI PARIWISATA
Nita Andrianti1, Tanto Lailam2
1 Dosen Ilmu Komunikasi pada beberapa Perguruan Tinggi
di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Email:
nietha_soulmate@yahoo.com
2 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Jalan Brawijaya, Tamantirto, Kasihan, Bantul DIY. E-mail:
tanto.tatanegara@gmail.com
ABSTRAK
Program pengabdian ini memfokuskan
pada pengembangan desa wisata melalui peningkatan strategi komunikasi
pariwisata. Tujuan program ini adalah menjadikan mitra sebagai model pusat
pertumbuhan ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan masyarakat berkelanjutan
melalui potensi desa wisata di Desa Mangunan dengan strategi komunikasi
pariwisata. Komunikasi pariwisata yang ditawarkan ke masyarakat adalah: public relations (humas kepariwisataan), tourism
and hospitality campaign planner, tourism brand and branding specialist,
marketing communication, digital communication, yang berbasis pada community based tourisms dan kearifan
lokal.
Program pemberdayaan masyarakat
(partisipasi aktif) sebagai inti gerakannya, pendekatan yang dilakukan dengan community
based tourism dengan menempatkan mitra sebagai pelaku utama pada setiap
tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program dalam komunikasi pariwisata.
Pendekatan pemberdayaan (partisipasi aktif) dalam pengabdian ini berprinsip
pada kemandirian masyarakat, metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat dan menguatkan kemampuan pengelola desa wisata dalam hal mengelola
pengunjung dengan keramahtamahan dan profesionalisme.
Program yang dilakukan, meliputi:
Pelatihan komunikasi pariwisata untuk mendesain model komunikasi pariwisata dan
komunikasi Pemasaran Desa Wisata. Pelatihan Komunikasi Efektif dan Komunikasi Pariwisata
menghadirkan narasumber Ibu Nita Andrianti, S.IP., M.A (Dosen dan Peneliti
bidang Komunikasi Pariwisata). Pelatihan komunikasi pariwisata ini meliputi
pemberian pemahaman berkaitan dengan peran dan tanggungjawab humas, sekaligus
mengurai persoalan desa wisata dengan pendekatan komunikasi pariwisata. Pelatihan
komunikasi pemasaran, strategi promosi produk wisata, iklan, dan branding Desa Wisata menghadirkan narasumber
Erwan Sudiwijaya, S.Sos., MBA (Dosen Ilmu Komunikasi UMY). Sementara FGD
penentuan Branding dipandu oleh Bapak Tanto Lailam, S.H., LL.M. Selain itu,
program komunikasi pariwisata yang ditawarkan terkait digital tourism untuk merebut pasar global. Program lainnya adalah
fasilitasi website untuk desa wisata www.dewimangunan.com
Kata Kunci: Desa Wisata, Komunikasi Pariwisata, digital tourism
PENDAHULUAN
Setiap desa memiliki potensi untuk
dijadikan komoditas wisata unggulan. Keindahan dan keunikan alam akan menjadi
wisata alam. Jika desa tersebut memiliki keunikan tradisi dan budayanya bisa
menjadi destinasi wisata budaya. Kondisi demikian melalui
pemanfaatan potensi alam, budaya dari
suatu daerah dapat dikemas secara optimal melalui kegiatan kepariwisataan. Kegiatan kepariwisataan ini sangat diharapkan dan memiliki dampak terhadap masyarakat sekitar dalam meningkatkan
pendapatan masyarakat sekaligus juga menjaga
agar kelestarian potensi lokal yang dimiliki dapat terjaga. Menurut Gun, pariwisata sebagai aktivitas ekonomi
yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand side) dan sisi pasokan (supply
side). Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa keberhasilan dalam pengembangan
pariwisata di suatu daerah sangat tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan kedua sisi tersebut
secara berimbang ke dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata (Hilman dan
Megantari, 2018: 22)
Desa Mangunan merupakan salah satu wilayah yang gencar melakukan
berbagai publikasi terkait potensi alam dan budaya untuk kegiatan pariwisata.
Upaya tersebut harus dilakukan melalui manajemen pariwisata yang optimal khususnya Desa wisata.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni melakukan
aktivitas komunikasi pariwisata dan branding, yakni melakukan pencitraan sebuah destinasi wisata, dengan
tujuan untuk memasarkan produk. Kegiatan dapat dilihat dari berbagai image yang menitik beratkan pada
kearifan lokal. Sehingga mampu memberikan
keuntungan
untuk memper-kenalkan destinasi wisata
tersebut sekaligus mengetahui keberadaan destinasi Desa
Wisata Tapak Tilas Sultan Agung dan Desa Wisata Songgo Langit. Yang pada akhirnya dapat meningkatkan kunjungan di Desa Wisata tersebut.
Lebih dari itu dapat
memperbaiki citra suatu desa yang sebelumnya hanyalah desa dibawah hutan pinus dan daerah terpencil tidak memiliki potensi wisata. Point lainnya yakni menarik wisatawan asing dan domestik melalui penerapan branding yang tepat, sehingga wisatawan
memandang merek dari 2 destinasi wisata tersebut
mempunyai pembeda atau ciri khas dan
keunikan yang tidak dimiliki oleh desa wisata lainnya.
Desa yang memiliki menu makanan serta minuman
khas tradisional yang unik baik dari bahan, rasa dan penyajian
yang dapat dikategorikan dalam wisata kuliner desa, selain itu desa yang memiliki peninggalan-peninggalan
yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi atau situs sejarah/prasejarah bisa
menjadi tujuan wisata sejarah desa, dan juga desa wisata yang banyak sekali
dengan seni tari masuk kategori desa budaya. Kondisi
demikian menjadikan dunia
wisata mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Apapun bisa dijadikan
wisata yang mendatangkan keuntungan ekonomi bagi warga sekitar, asal jeli
melihat dan memanfaatkan peluang.
Kriteria yang mendasari penilaian dalam branding yaitu pertama mampu
menggambarkan sebuah karakter, daya tarik, gaya, dan personalitas kota dan
kedua sebagai message yaitu menggambarkan sebuah cerita secara pintar,
menyenangkan, dan mudah atau selalu diingat.
Pentingnya strategi pariwisata dan komunikasi
pemasaran yang berorientasi pada komunikasi yang modern yang sebelumnya tradisional, dimana komunikasi tradisional lebih menitik
beratkan kepada pertemuan pemasaran suatu produk secara langsung dari mulut ke
mulut dan pengenalan destinasi budayanya melalui pemasarannya dengan cara
membawa rombongan pertunjukan kesenian ke tempat
tempat wisata, yang seharusnya model atau desain demikian sudah ditingalkan
karena ini mengacu kepada komunikasi pemasaran wisata model lama, sedangkan
untuk model yang terbaru lebih kepada memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi, seperti jaringan sosial dan media on line untuk memasarkan destinasi wisata secara cepat, tepat dan efisien.
Kemampuan desa wisata, mengenai potensi yang
dimiliki oleh pengelola dan pelaku usaha pariwisata akan menjadi komoditas unggulan yakni
dalam bidang ilmu
manajemen pariwisata, lebih dari itu penguatan terhadap
strategi strategi komunikasi pemasaran juga bisa dipastikan kegiatan pariwisata itu dapat berlangsung dengan baik.
Melalui
promosi promosi yang dilakukan, dan dengan segala karakteristik-nya ditunjang
oleh ilmu manajemen pariwisata, selain itu pengelolaan yang profesional dan inovatif
yang didalamnya ada
strategi strtaegi komunikasi pemasaran yang tepat untuk mengangkat angka kunjungan
para wisatawan baik lokal maupun mancanegara, maka perlunya kemampuan
tersebut diberikan
pelatihan manajemen komunikasi pariwisata yang sesuai dengan karakteristik desa wisata. Sebab
banyak contoh tempat pariwisata (desa wisata) yang akhirnya terpuruk, mangkrak
karena tidak kreatif dan inovatif. Untuk itu, pengabdian ini dilakukan agar
Desa Wisata Tapak Tilas Sultan Agung dan Desa Wisata Songgo Langit menjadi desa
wisata yang unggul, berkelanjutan, kompetitif dan berdaya saing.
BAHAN
DAN METODE PELAKSANAAN
Tujuan program ini adalah menjadikan mitra sebagai model pusat
pertumbuhan ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan masyarakat berkelanjutan
melalui potensi desa wisata yang dipadukan dengan budaya (wisata alam, wisata
kerajinan, dan budaya). Dalam arti pemberdayaan masyarakat (partisipasi aktif)
sebagai inti gerakannya, dengan menempatkan mitra sebagai pelaku utama pada
setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring - evaluasi program.
Pendekatan pemberdayaan (partisipasi aktif) dalam pengabdian ini berprinsip
pada kemandirian masyarakat, metode ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat dan menguatkan perekonomian lokal bidang pariwisata (community based tourism).
Beberapa metode yang
digunakan dalam pemberdayaan masyarakat ini:
1.
FGD. FGD difungsikan
sebagai ajang diskusi berkaitan dengan persoalan-persoalan Desa wisata,
sekaligus mencari solusi terhadap persoalan tersebut.
2.
Pelatihan. Metode pelatihan dilakukan untuk mengurangi persoalan
kekurangpahaman pengelola desa wisata (sumber daya manusia/ mitra) terhadap
manajemen komunikasi organisasi, komunikasi pariwisata, komunikasi pemasaran,
branding, dan lainnya. Program-program pelatihan dalam pengabdian masyarakat
dikembangkan dengan metode yang lebih sederhana, yaitu dengan menyelenggarakan
sarasehan dan diskusi santai/ informal sehingga masyarakat tidak terlalu berat
dalam menerima materi-materi pelatihan. Pelatihan yang dilakukan adalah
pelatihan yang berkaitan dengan ruang lingkup pariwisata (pelatihan
kepariwisataan) baik bersifat regulatif, manajemen tata kelola, maupun
komunikasi pemasaran (Hendrie dan Janianton, 2002, 109). Materi-materi
pelatihan yang disampaikan mengambil beberapa kasus dan best practice pengelolaan desa wisata, sehingga peserta pelatihan
akan memperoleh gambaran-gambaran kasus dan strategi yang seharusnya dilakukan.
Selain itu, juga sharing pengalaman merupakan syarat untuk dapat
meningkatkan kreativitas dan inovasi masyarakat dan menjadi penentu pelaksanaan
kegiatan dalam menciptakan masyarakat yang mandiri kompetitif berdaya saing (Kesi,
2011:25). Metode pelatihan dengan diskusi informal bertujuan untuk mendorong
partisipasi dan perhatian peserta yang lebih intens (Bevaola dan Hempri, 2015:
21).
HASIL DAN DISKUSI
A. Desa Wisata
Desa wisata
merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas
pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu
dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (nilai-nilai kearifan lokal). Esensi
desa wisata yang mengedepankan suasana keaslian suatu desa memerlukan suatu
pemahaman tentang karakter dan unsur-unsur yang ada di dalam desa, termasuk
didalamnya unsur pengetahuan dan kemampuan lokal serta kearifan lokal yang
dimiliki oleh masyarakat (Eko Murdiyanto, 2011: 91).
Desa wisata idealnya
dikelola secara
mandiri berbasis masyarakat, dengan modal dan pengelolaan dari masyarakat di
desa wisata tersebut. Desa wisata ini
merupakan salah satu bentuk penerapan pembangunan pariwisata berbasis
masyarakat, masyarakat lokal berperan penting dalam pengembangan desa wisata
karena sumber daya dan keunikan tradisi dan budaya yang melekat pada komunitas
tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan desa wisata. Keberhasilan
pengembangan desa wisata tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan masyarakat
lokal (Made Heny, dkk, 2013: 132).
B. Potensi Desa Wisata
Potensi
Desa Wisata ini dilakukan untuk melihat keseluruhan potensi yang dimiliki oleh
Desa Wisata, baik yang telah dilakukan (potensi nyata) maupun potensi yang
masih tersembunyi dan membutuhkan penggalian potensi. Beberapa potensi Desa
Wisata Songgo Langit yang unggul meliputi:
a. Jelajah
Wisata Persawahan Bowongan Songgo
Langit. Jelajah wisata
persawahan bowongan terlihat dari dua musim, musim tanam dan musim kering. Pada
musim tanam persawahan bowongan merupakan wisata yang sangat menarik dan tempat
wisata alam yang paling menyejukan, hamparan padi yang sangat luas mampu
memanjakan mata dan suasana hidup yang nyaman.
b. Sanggar Ngesti Budoyo Songgo Langit, yang didalamnya
terdapat Kesenian Wayang Wong, Rasulan, Wiwitan, Sholawat Maulid Nabi, dan
lainnya. Wayang Wong ini merupakan suatu pertunjukan teater yang di lakukan
sekelompok orang yang menceritakan cerita pewayangan. Wayang wong merupakan suatu perpaduan seni
drama, tari dan cerita pewayangan yang di kemas menjadi satu dalam suatu
pertunjukan wayang wong. Dalam pementasan wayang wong modern biasanya
menggunakan visualisasi panggung yang sesuai dengan cerita agar cerita yang
yang di sampailkan dapat mudah tersampaikan kepada para penonton.
Sementara Desa Wisata Tapak Tilas Sultan Agung
memiliki banyak potensi, baik wisata alam, wisata budaya, maupun wisata buatan.
Potensi terbesar adalah wisata alam watu goyang (Batu goyang). Batu ini berada di wilayah
Pedukuhan Cempluk sebelah Barat daya di bukit yang cukup tinggi, konon menurut
cerita rakyat, bahwa batu itu untuk hinggap burung merak sebagai petunjuk
keberadaan tanah yang berbau harum. Selain itu, wisata alam yang banyak
dikunjungi adalah: Mata Air Bengkung, Watu Simangu, dan Watu Pengilon .
Sementara wisata budaya yang menjadi keunikan Desa wisata adalah: Wisata
Budaya, Karawitan Ngudiwiromo, Kethoprak Mudo Budoyo, Seni Tari Lestari Budaya, Jathilan Mudo Esthi Tomo,
Wayang Kulit Ngesti Budoyo, Gejok lesung Laras budoyo, Sholawat Nabi. Terdapat
juga wisata sejarah dan benda kuno yang merupakan koleksi salah satu pengelola
desa wisata.
C. Pelatihan
Komunikasi Pariwisata
Pelatihan komunikasi
pariwisata untuk mendesain model komunikasi pariwisata untuk peningkatan Desa Wisata. Pelatihan
Komunikasi Pariwisata dan Pemasaran Desa Wisata menghadirkan narasumber Ibu
Nita Andrianti, S.IP., M.A (Dosen dan Peneliti bidang Komunikasi Pariwisata).
Pelatihan ini menjadi sangat penting, karena komunikasi pariwisata merupakan
modal utama dalam pengembangan desa wisata, komunikasi pariwisata berkembang
dari menyatunya beberapa disiplin ilmu di dalam kajian komunikasi dan
pariwisata.
Kajian komunikasi
pariwisata memiliki kedekatan biologis dengan kajian komunikasi dan pariwisata.
Yang di mana komunikasi menyumbangkan teori komunikasi persuasif, komunikasi
massa, interpersonal, dan kelompok. Sedangkan pariwisata menyumbangkan field kajian pemasaran pariwisata,
destinasi pariwisata, aksesbilitas ke destinasi dan SDM serta kelembagaan
pariwisata. Dalam konteks komunikasi bahwa manusia dan alam sekitarnya sendiri
tidak bisa dipisahkan. Ketika memanfaatkan lingkungan, sebagai mahluk yang
beradab, manusia sering beperilaku positif, kecuali dalam keadaan yang sangat
terpaksa, manusia berperilaku negatif.
Dalam komunikasi
pariwisata diperlukan perilaku positif yang ditunjukkan manusia dalam
hubungannya dengan alam tersebut disebut perilaku yang berlandaskan kearifan
lokal masyarakat (local wisdom) yang
sudah ada di dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun (termasuk budaya
dan adat istiadat). Perilaku positif dan nilai-nilai kearifan lokal terangkai
dalam proses komunikasi yang baik melalui bingkai komunikasi pariwisata, dalam
komunikasi pariwisata dibutuhkan berbagai model komunikasi, baik komunikasi
interpersonal maupun komunikasi massa.
Komunikasi
interpersonal diperlukan untuk memahami pengunjung dari berbagai etnis dan
mancanegara dengan sifat dan sikap yang berbeda, sehingga diperlukan untuk
memahami perbedaan tersebut dengan melakukan pelayanan terbaik. Sementara
komunikasi massa dalam bidang pariwisata tentu sangat dibutuhkan, hal ini tentu
didasarkan pada kebutuhan utama desa wisata dalam melakukan promosi maupun
kerjasama dengan media massa, sebab media massa merupakan faktor penggerak laju
pertumbuhan desa wisata. Sementara itu, pelatihan komunikasi pemasaran pariwisata diperlukan untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, mengenalkan dan menyampaikan produk wisata
serta mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan kepariwisataan dan
seluruh pemangku kepentingannya.
Dengan pelatihan
komunikasi pariwisata juga diharapkan pengelola desa wisata mampu menangkap
saluran-saluran komunikasi yang efektif untuk pengembangan desa wisata,
terutama mengarah pada komunikasi pelayanan prima dalam melayani pengunjung di
desa wisata.
D. Pelatihan
Komunikasi Efektif Bagi Pengelola Desa Wisata
Pelatihan
komunikasi efektif bagi pengelola desa wisata juga menghadirkan narasumber
Ibu Nita Andrianti, S.IP., M.A,
Gambar 1.
Pelatihan Komunikasi Pariwisata
Beberapa
hal yang penting dipahami oleh pengelola desa wisata, adalah:
1. Source (sumber), dengan
berkembang-nya desa wisata melalui sistem pemaketan desa wisata maka pengelola
desa wisata akan berkomunikasi dengan berbagai sumber, sumbernya dari
masyarakat, wisatawan lokal, wisatawan asing, dan lainnya.
2. The message (pesan): apa yang
dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol
verbal maupun nonverbal yang berisi ide, sikap dan nilai komunikator. Pesan
mempunyai tiga komponen yaitu 1) makna, 2) simbol yang digunakan untuk
menyampaikan makna, dan 3) bentuk atau organisasi pesan. Pesan yang disampaikan
harus diolah, tentu dalam hal ini pengelola desa wisata harus menguasai bahasa
yang baik.
3. The channel (saluran): saluran adalah alat atau
wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima/
saluran, baik via telepon, website, media sosial, dan lainnya.
4. The receiver (penerima), orang yang menerima pesan.
Penerima sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), komunikasi (communicatee),
penyandi-balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener),
atau penafsir (interpreter).
5. Barriers (hambatan) : Hambatan
adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan pemaknaan pesan
komunikator sampaikan kepada penerima. Hambatan ini bisa berasal dari pesan,
saluran, dan pendengar. Misalnya sebuah kata yang mengandung arti ambiguitas.
Hambatan komunikasi seperti: a. perbedaan persepsi, perma-salahan bahasa, kurang mendengarkan, perbedaan emosional,
perbedaan latar belakang, dan lainnya.
6. Feedback, reaksi dan respons
pendengar atas komunikasi yang komunikator lakukan.
7. The situation (situasi), situasi
adalah salah satu elemen paling penting dalam proses komunikasi dimana kondisi,
suasana atau keadaan pada saat pemberi atau penerima pesan saling berinteraksi
Efektivitas
komunikasi interper-sonal, meliputi:
1. Keterbukaan (openness), kedekatan antar
pribadi mengakibatkan seseorang
mampu menyatakan pendapatnya
dengan bebas dan terbuka.
Hal tersebut akan
mempengaruhi berbagai
variasi pesan baik
verbal maupun non-verbal
2. Perilaku positif
(positiviness), Komunikasi
interpersonal akan berhasil
jika terdapat perhatian
yang positif terhadap
diri seseorang dan terpelihara
baik, bermanfaat untuk
mengefektifkan kerjasama
3. Empati (empathy), Kemampuan memproyeksikan diri
kepada peranan orang lain maupun mencoba merasakan perasaan
orang lain.
4. Sikap positif
(positiveness) mengacu
pada sedikitnya dua aspek
dari komunikasi interpersonal: (1) Komunikasi interpersonal
terbina jika seseorang
memiliki sikap positif terhadap
diri mereka sendiri; (2)
Perasaan positif untuk situasi
komunikasi untuk interaksi
yang efektif;
5. Kesetaraan (Equality), dalam setiap situasi,
barangkali terjadi ketidak-setaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik,
dll. Tidak pernah ada dua orang yang
benar-benar setara dalam segala hal.
Dalam komunikasi
pariwisata dibutuhkan strategi komunikasi pemasaran yang tepat guna. Hal yang
diperlukan dalam strategi komunikasi pemasaran pariwisata diantaranya (Burhan
Bungin, 2015: 215-223)
1. Grand strategy (kerangka utama) dimana struktur atau kerangka utama pengembangan
pemasaran yang ditulis dalam rencana pembangunan desa wisata.
2. Pull and Push Strategy adalah salah satu strategi komunikasi
pemasaran yang banyak digunakan oleh berbagai kantor pemerintah dan swasta. Pull adalah strategi komunikasi
pemasaran yang mempunyai tujuan menarik wisatawan secara langsung dari
pemasaran dengan meningkatkan kesadaran dan kehendak untuk berkunjung ke desa
wisata Tapak Tilas Sultan Agung dan Desa Wisata Songgo Langit. Untuk lebih
efektif maka strategi yang digunakan melalui media elektronik dan cetak lokal
serta disesuaikan dengan statistik musim kunjungan. Sebagai contoh, agar
wisatawan asing bisa langsung berkunjung ke daerah tersebut perlunya ada
pemasangan iklan sebelum liburan sekolah dan libur panjang. Sedangkan Push strategi (strategi menolak) bertujuan mendorong industri pariwisata dalam
dan luar negeri untuk mengadakan pengenalan dan penjualan produk Desa Wisata. Push strategi digunakan karena anggaran
pemasaran terbatas, sehingga iklan dimedia massa cetak dan elektronik di
minimumkan. Sebagai gantinya, maka pemasaran yang intensif melalui bahan bahan
promosi pembuatan kalender acara, peta pariwisata, buku panduan, leaflet, papan
informasi serta mendorong pembentukan paket wisata seperti study tour, studi budaya, edukasi sejarah;
3. Strategi penetrasi
pasar pariwisata dengan prinsip dana kecil dampak besar tujuannya memanfaatkan
kemampuan pariwisata di desa Mangunan khusunya, yang bersifat tradisional agar
lebih bermanfaat bagi pemasaran pariwista. Strategi ini dilaksanakan dengan
beberapa tujuan yakni: a. Produk lama, segmen baru artinya strategi ini
digunakan apabila produk pariwisata belum dikenal atau masih baru, stakeholder
dapat menggunakan strategi penetrasi pasar, yakni pertama, membuat kemasan dengan menggali cerita. Kedua, mengemas, menyebarkan cerita
cerita legenda yang ada di desa wisata tersebut misalkan di desa wisata Tapak
Tilas Sultan Agung yang memiliki nilai historis pada sebuah watu goyang. b.
Membentuk dan mendukung komunitas strategi ditujukan untuk memperkuat
citra sosial dengan testimoni di antara komunitas tertentu (komunitas yang dijalin antar desa wisata
yang ada). Strategi ini dilakukan dengan cara pertama mendukung komunitas kekerabatan atau keluarga dengan
mengkomunikasikan testimoni kunjungan desa wisata, misalnya desa wisata di
daerah mangunan khususnya Tapak Tilas Sultan Agung merupakan Desa wisata yang
nyaman, murah, ramah, dan sejuk. Kedua, membentuk komunitas blog di internet, seperti
komunitas pembuat film amatir dengan testimoni tentang desa wisata di daerah
tersebut. Ketiga, bekerjasama dengan
NGO maupun kelompok organisai NGO terkait berbagai bidang seperti ahli
arkelogi, ahli lingkungan dan ahli kesehatan.
4. Strategi komunikasi
pemasaran gerilya, meliputi pemotongan harga paket pariwisata terpilih, kejutan
promosi intensif, misalnya: harga diskon untuk paket pariwisata, medukung agen
perjalanan untuk menjual produk pariwisata.
5. Strategi celah pasar (Strategi
Market Nicher). Celah pemasaran yang
ideal yakni: pertama, memiliki daerah
cukup besar dan daya beli cukup besar agar dapat menguntungkan; kedua, memiliki potensi untuk berkembang;
ketiga, mampu membela diri dari
serangan pesaing yang cukup besar dengan mengkonstruksi produknya, misalnya
kesenian tradisional yang dimiliki oleh desa wisata tersebut yang memiliki ciri
khas yang unik dan ada pembeda dengan desa wisata lainnya.
Dengan pelatihan ini, pengelola desa wisata Tapak Tilas Sultan Agung
dan Desa Wisata Songgo Langit dapat memiliki kemampuan:
a. pengelola desa wisata
mampu menerapkan komunikasi efektif terhadap sesama pengelola, pengunjung, dan
masyarakat sekitar.
b. Pengelola desa wisata
mampu menganalisis kelemahan dalam komunikasi dengan pengunjung;
c. mampu menyesuaikan
dengan cepat, ketika datang pengunjung yang berbeda bahasa, dan lainnya.
d. Mampu melakukan
pelayanan prima melalui komunikasi efektif;
e. Mampu melakukan
berbagai aktivitas komunikasi dengan berbagai saluran telepon, website, media
sosial, dan lainnya.
E. Pelatihan
Komunikasi Pemasaran
Pelatihan komunikasi
pemasaran bagi desa wisata diperlukan untuk menciptakan, mengkomunikasikan,
mengenalkan dan menyampaikan produk desa wisata ke masyarakat luas/ sasaran
pengunjung. Komunikasi pemasaran (marketing
communication) adalah sarana di mana kelompok usaha berusaha
menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun
tidak langsung tentang desa wisata yang dikelola, terutama keunggulan dan
nilai-nilai budaya yang berkembang. Dalam pelatihan ini langsung dilakukan
praktek pemasaran desa wisata, dengan menggunakan media sosial sebagai media
komunikasi pemasaran.
Pelatihan
komunikasi pemasaran pariwisata ini dilengkapi dengan pemahaman branding desa wisata, Tujuan dari branding desa wisata ini akan berdampak
bagi desa wisata agar memiliki satu identitas tersendiri yang membuat
pengunjung dapat membentuk image
terhadap desa wisata tersebut. Pelatihan ini dipandu
oleh Bapak Erwan Sudiwijaya, S.Sos., MBA (Dosen Ilmu Komunikasi UMY)
Gambar.2
Pelatihan
Pemasaran Desa Wisata
F. Branding Desa Wisata
Branding Desa Wisata baru dilakukan di Desa Wisata Tapak
Tilas Sultan Agung, dengan mengetengahkan ide wisata Negeri Khayangan. Wisata
Negeri Khayangan ini terinspirasi letak Desa Wisata yang berada di puncak
Yogya, dan ketika malam hari seolah benar-benar berada di khayangan, mampu
melihat Yogya dengan keindahannya.
Gambar 3.
Desain
Branding Desa Wisata
Beberapa spot
dengan branding:
1. Pintu
Khayangan
2. Kembang
Khayangan
4. Puncak
Khayangan
5. Watu Goyang
(Watu Khayangan)
7. Kidang
Khayangan
8. Jembatan
Khayangan
9. Saifi Angin
11. Merak Khayangan
12. Teras
Khayangan
13. Pendopo
Khayangan
Fasilitas:
Gubug
Khayangan
Langgar Sultan
Agung Nginggil
Langgar Sultan
Agung Ngandap
Jheding
Nginggil
Jheding Ngandap
Sekretariat
Dewi Tapak Tilas Sultan Agung
Kuliner
Khayangan
Gubug
Penantian
G. Promosi Desa Wisata
Desa wisata terletak di kawasan
pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk globalisasi, namun promosi pengembangan
desa wisata tidak boleh ketinggalan jaman. Promosi konvensional desa wisata tidak
bisa terlalu diandalkan. Internet-lah yang menjadi tulang punggung baru untuk
promosi desa wisata. Pengelola harus memiliki website yang representatif dan
informatif, selain itu vlog yang dicantumkan dalam youtube dengan menampilkan
keindahan panorama desa wisata tersebut, dan instagram yang memuat gambaran
desa wisata dengan penuh keelokkannya di suguhkan dan disajikan dalam picture dan sedikit testimonidi
instagram.
Banyak website tentang potensi di
daerah-daerah yang hanya asal ada dan tidak diperbarui secara rutin. Padahal,
website inilah yang menjadi salah satu rujukan utama wisatawan domestik dan
mancanegara sebelum memilih destinasi wisata. Selain website, media sosial dan
efek word-of-mouth-nya saat ini juga
menjadi faktor yang menentukan keberhasilan promosi. Fasilitasi
website dari tim pengabdi untuk desa wisata melalui alamat www.dewimangunan.com
SIMPULAN
Program pemberdayaan masyarakat
(partisipasi aktif) sebagai inti gerakannya, pendekatan yang dilakukan dengan community
based tourism dengan menempatkan mitra sebagai pelaku utama pada setiap
tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program dalam komunikasi
pariwisata. Pendekatan pemberdayaan (partisipasi aktif) dalam pengabdian ini
berprinsip pada kemandirian masyarakat, metode ini bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat dan menguatkan kemampuan pengelola desa wisata dalam hal
mengelola pengunjung dengan keramahtamahan dan profesionalisme. Program yang
dilakukan, meliputi: Pelatihan komunikasi pariwisata untuk mendesain model
komunikasi pariwisata, komunikasi efektif, dan komunikasi Pemasaran Desa
Wisata.
Ucapan Terimakasih
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kementerian Riset, Teknologi
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, dengan skema Program Pengembangan
Desa Mitra (PPDM)
2. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
3. Pemerintah Desa Mangunan, Dlingo, Bantul.
4. Kepala Dusun Cempluk, Dusun Sukarame Desa Mangunan,
Dlingo, Bantul
5. Pengelola Desa Wisata Tapak Tilas Sultan Agung dan
Pengelola Desa Wisata Songgo Langit.
6. Pembicara Pelatihan dan segenap masyarakat yang
terlibat
Daftar Pustaka
Yusuf
Adam Hilman dan Krisna Megantari, Model City Branding Sebagai Strategi
Penguatan Pariwisata Lokal Provinsi Jawa Timur, Jurnal Komunikasi Dan Kajian
Media Volume 2, Nomor 2, Oktober 2018
Eko
Murdiyanto, dalam “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Karanggeneng,
Purwobinangun, Pakem, Sleman, Jurnal Sepa Vol. 7 No.2 Februari 2011.
Kusumasari,
Bevaola, dan Hempri Suyatna,(2015) dalam “Peningkatan Kapabilitas Pemasaran Pascabencana Bagi Perempuan Hunian Tetap
Pager Jurang, Sleman, Yogyakarta”, Jurnal
Indonesian Journal of Community Engagement Vol. 01. No. 01.
Made
Heny Urmila Dewi, Chafid Fandeli, M. Baiquni, dalam “Pengembangan Desa Wisata
Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali,
Jurnal Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus 2013
Widjajanti,
Kesi, (2011) dalam “Model Pemberdayaan Masyarakat”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1.
Naskah telah dipublikasikan pada Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyrakat di Universitas Slamet Riyadi, Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar